Baju Batik Moderasi Beragama, Hukum, Akar Masalah dan Solusinya
Oleh: dr Mohammad Ali Syafi’udin
Baru-baru ini, Kemenag mengeluarkan aturan agar sejumlah pegawai diwajibkan memakai batik moderasi beragama Kemenag RI.
Baju batik moderasi beragama ini merupakan seragam batik dengan desain gambar berupa simbol berbagai agama yaitu Islam, Nasrani, Hindu, Budha, dan lain-lainnya di Indonesia. Aturan Kemenag tersebut pun sontak menuai pro kontra.
Makna moderasi
Didalam buku moderasi beragama kemenag dijelaskan sebagai berikut:
Makna secara bahasa Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).
Secara istilah memiliki dua makna.Yang pertama adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem dan tidak radikal (tatharruf).Yang kedua maknanya adalah sinergi antara keadilan dan kebaikan.
Jika ditilik dari segi makna bahasa maupun istilah menurut buku panduan Kemenag maka tidak masalah.
Namun makna moderasi sekarang ini sudah bergeser dari makna sebenarnya. Maknanya mengikuti siapa yang dulu mencetuskannya, menyebarkannya dan mempropagandakannya, maknanya sangat tergantung motiv dan pandangan ideologinya.
Di dalam buku Civil democratic Islam partners, Resources and Strategies oleh Cheryl Benard, tahun 2003 yang dikeluarkan oleh RAND corporation yang merupakan salah satu lembaga think tanks Amerika, yang telah melakukan klasifikasi umat Islam ada empat golongan yaitu fundamentalis, tradisional, modernis dan sekuler.
Dikatakan fundamentalis adalah kelompok yang menolak demokrasi, hak asasi manusia dan seluruh nilai-nilai barat serta mendukung poligami, pakaian jilbab untuk muslimah, penerapan hukum-hukum hudud dan penerapan syariat Islam secara Kaffah.
Sementara kelompok medernis atau moderat adalah kelompok yang tidak anti barat (baca anti kapitalisme), mau menerima nilai-nilai Barat seperti demokrasi dan HAM, serta mau berkompromi dengan imperialisme Barat dan tidak menentangnya.
Kelompok inilah yang disebut dengan ‘Islam Moderat’. Mereka anggap sebagai ‘Islam yang ramah’ dan bisa jadi mitra Barat.
Sebaliknya, menurut Barat, kelompok Fundamentalis disebut ‘Islam radikal’ atau ‘ekstrimis’ yaitu kelompok Islam yang menolak ideologi Kapitalisme-Sekular, anti demokrasi, dan tidak mau berkompromi dengan Barat.
Dari sinilah istilah moderat dan radikal memiliki makna khusus yang berasal dari pandangan hidup mereka yaitu idiologi kapitalisme, idiologi yang memisahkan agama dari kehidupan. Mereka terus melakukan propaganda dengan istilah-istilah tersebut di negeri-negeri kaum muslim.
Setiap Muslim yang menolak nilai-nilai barat dan idiologi kapitalismenya maka dicap sebagai muslim radikal. Sementara muslim yang menerima nilai-nilai Barat dan idiologinya disebut dengan sebutan seakan-akan baik yaitu muslim moderat.
Tujuan Barat untuk melakukan klasifikasi adalah untuk menjadikan muslim radikal sebagai musuh bersama, selanjutnya Amerika bersama-sama dengan kaki-tangannya menekan gerakan muslim radikal yang ingin menerapkan syariat Islam secara Kaffah. Di samping juga sebagai jalan untuk memperkuat cengkraman hegemoni dan penjajahannya di negeri-negeri Islam.
Dari sinilah jelas makna moderat atau moderasi sudah bergeser dari makna sebenarnya. Begitu juga makna muslim moderat sudah bergeser maknanya yaitu muslim yang mau berkompromi dengan menerima nilai-nilai Barat dan idiologinya.
Walaupun begitu, ada juga kaum muslim yang terpengaruh dengan makna tersebut bahkan mereka berusaha untuk menjastifikasikan dengan dalil dari Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 143. yang menurut mereka ini dasar untuk bersikap moderat (baca menurut barat) adalah
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (143)
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” ( QS Al-Baqarah 143)
Makna wasath (وسط) menurut anggapan mereka adalah pertengahan sebagaimana menurut pandangan barat yakni bersikap kompromi dengan menerima nilai-nilai Barat.
Jika kita menelaah para mufassir ketika menafsirkan makna wasath maka ada beberapa makna wasath antara lain; pilihan, adil, adil dan pilihan, pertengahan (mutawasith) dan yang paling banyak keutamaan.
Diantara makna wasath itu memang ada yang bermakna pertengahan sebagaimana dalam tafsir ath-thabari
أنا أرى أن الوسط في هذا الموضع هو الوسط الذي بمعنى الجزء الذي هو بين الطرفين…..
Saya berpandangan sesungguhnya wasath di tempat ini adalah washath dengan makna bagian yang berada diantara dua tepi.
Begitu juga dalam Tafsir ar-razi
يجوز أن يكونوا وسطا على معنى أنهم متوسطون في الدين بين المفرط والمفرط والغالي والمقصر في الأشياء لأنهم لم يغلوا كما غلت النصارى فجعلوا ابنا وإلها ولا قصروا كتقصير اليهود في قتل الأنبياء وتبديل الكتب وغير ذلك مما قصروا فيه.
Boleh dengan makna bahwa mereka (kaum muslim) itu pertengahan dalam agama antara yang berlebihan (mufrith) dan yang meremehkan (Mufarrith), antara yang melampaui batas (ghaali) dan meremehkan (muqashshir) pada sesuatu. Karena mereka (kaum muslim) tidak melampaui batas sebagai nashara melampaui batas dengan menjadikan anak-anak Tuhan, dan kaum muslim tidak meremehkan sebagaimana kaum Yahudi meremehkan dengan membunuh para nabi, mengganti kitab dan lain-lain.
Jika kita lihat makna wasath dengan makna pertengahan sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Ar-Razi maka pertengahan yang di maksud adalah tetap dalam koridor agama Islam. Tidak keluar dari Islam dan tidak keluar dari hukum-hukum Islam. Kaum muslim Tidak menerobos atau melampaui batas tepi yang diharamkan oleh hukum-hukum Islam. Jadi maknanya bukan pertengahan menurut pandangan barat yaitu kompromi dengan menerima nilai-nilai barat dan juga bukan pertengahan antara Islam dan nashara atau Yahudi. Jika dimaknai pertengahan antara Islam dan nashara maka hasilnya adalah kekufuran karena mencampuradukkan antara yang Haq dan yang bathil.
Dari penjelasan diatas maka makna moderasi beragama yang dimaksud adalah sikap kompromi terhadap agama lain yakni dengan pandangan semua agama adalah sama dan tidak ada yang paling benar atau sinkretisme
Akibatnya tidak ada masalah jika antar umat beragama itu doa bersama, mencampurkan ucapan salam dari berbagai agama dan lain-lainnya.
Pada intinya boleh mencampurkan semua baik pada ranah aqidah maupun syariat.
Hukum batik moderasi beragama
Batik moderasi beragama terdapat gambar-gambar dan simbul Khusus untuk berbagai agama maka hukumnya haram memakainya.
hadits shahih riwayat Imam Bukhari berikut ini :
عن عائشة رصي الله عنها أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ في بَيْتِهِ شيئًا فيه تَصَالِيبُ إلَّا نَقَضَهُ
Dari ‘A`isyah RA bahwa Nabi SAW tidak pernah meninggalkan di rumahnya sesuatu yang ada salibnya melainkan beliau pasti akan merusaknya (mematahkannya). (HR Bukhari, no. 5496).
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa Nabi SAW tidak membiarkan di dalam rumahnya ada salib atau segala sesuatu apa pun itu, baik gorden, kain, dan yang semisalnya yang terdapat gambar salibnya, kecuali pasti Nabi SAW akan merusaknya. Tindakan Nabi SAW melakukan perusakan barang (itlâful mâl) ini merupakan qarînah (petunjuk) mengenai haramnya menggunakan salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya. (Nâshir Muhammad Hasyrî Al-Ghâmidî, Libâs Ar-Rajuli Ahkâmuhu wa Dhawâbithuhu fî Al-Fiqh Al-Islâmî, hlm. 790).
Hadits lain yang melarang memakai salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya, yaitu hadits riwayat ‘Adî bin Hâtim RA, yang saat masih beragama Nashrani dan memakai kalung salib, pernah menemui Nabi SAW. Lalu Nabi SAW bersabda :
يَا عَدِيُّ اِطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ
”Hai ‘Adi! Buanglah berhala ini [kalung salib] dari kamu!” (HR Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 3095).
Begitu juga Kita dilarang untuk menyerupai kaum kafir
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu Ta’āla ‘anhumā ia berkata: “ Rasulullah ﷺ bersabda
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم.
,”Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut’. (Abu Daud no. 4031)
Moderasi beragama itu termasuk peradaban Barat (hadharah)
Peradaban (hadharah) adalah sekumpulan konsep tentang kehidupan. Peradaban ini dipengaruhi oleh pandangan hidup atau idiologi tertentu dan sifatnya khas untuk umat tertentu.
Peradaban barat itu berbeda, bahkan bertentangan dengan peradaban Islam baik segi azas, standar perbuatan, konsep kehidupan dan kebahagiaan.
Peradaban barat itu misalnya HAM, demokrasi, moderasi beragama dan lain-lainnya. Peradaban barat ini haram bagi kaum muslim untuk mengambilnya.
Sedangkan materi (madiyah) yaitu sarana yang digunakan untuk kehidupan. Materi ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum yakni bisa digunakan oleh semua orang, misalnya HP, Mobil, TV dan lain-lainnya. Sedangkan yang khusus yakni terpengaruh oleh peradaban dan ini sifatnya khusus untuk umat tertentu. Misalnya baju khas Nasrani, atau khas Yahudi, patung dan lain-lainnya.
Jadi baju batik moderasi beragama dengan simbol khas untuk agama tertentu maka ini termasuk materi khusus yang terpengaruh idiologi kapitalisme dan ini diharamkan bagi kaum muslim
Akar persoalannya dan solusinya
Di dalam Islam, kaum muslim dituntut untuk berdakwah menyampaikan Islam. Kaum muslim dituntut untuk menerapkan syariat Islam secara Kaffah. Namun jika sistem yang menaungi kaum muslim itu adalah sistem kapitalisme sekuler dimana di dalam sistem ini negara tidak memperdulikan masalah agama maka upaya atau seruan untuk menegakkan syariat Islam dianggap sebagai anti toleransi dan dicap sebagai ekstrimis atau radikal.
Barat menyadari bahwa seruan persatuan kaum muslim dan penerapan syariat Islam secara Kaffah bisa berakibat terancamnya dominasi mereka di negri-negri kaum muslim.
Oleh karena itulah munculnya konsep moderasi beragama itu diantaranya adalah untuk meredam kaum muslim untuk berdakwah dan menegakkan hukum-hukum Islam.
Memang moderasi beragama itu hanya terjadi di masyarakat yang menerapkan kapitalisme. Moderasi beragama ini menganggap semua agama itu sama.
Jadi akar persoalannya adanya moderasi beragama itu karena diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Maka solusi yang tepat adalah dicabut Sistem kapitalisme ini dan digantikan dengan sistem Islam.
Oleh karena itu kebijakan memakai baju batik moderasi beragama untuk kerukunan antar beragama adalah tidak nyambung antara problem dengan solusi
Jika masalahnya adalah kerukunan justru sistem Islam-lah yang bisa menjamin terciptanya kerukunan antar umat beragama. Sejarah membuktikan bahwa sistem Islam yakni Khilafah telah memberikan hak dan perlindungan bagi warga non muslim. Hidup berdampingan antara muslim dan non muslim bukanlah suatu khayalan.
T.W. Arnold, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan sultan atas seluruh umat Kristen”.
Wallahu a’lam[]