Agar Rukun Pakai Batik Moderasi Agama, Cendekiawan Muslim: Tidak Nyambung
Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim dr. Mohammad Ali Syafi’udin menilai kebijakan penggunaan batik moderasi agama oleh Kemenag (Kementerian Agama) sebagai solusi kurangnya kerukunan umat, tidak nyambung.
“Problemnya apa sebenarnya? Katakanlah permasalahan kurang kerukunan, menurut mereka, akar masalahnya apa? Ini solusinya disuruh memakai batik moderasi oleh Kemenag. Itu tidak nyambung,” kritiknya dalam Kabar Petang: Geger! Batik Moderasi Beragama, Senin (7/11/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
Ia mempertanyakan tujuan sebenarnya dari Kemenag dalam memberikan solusi umat rukun itu dengan memakai baju batik tersebut.
“Apa tujuan dari Kemenag ingin memberikan satu solusi umat itu rukun. Ini tanda kutip, masa orang rukun harus pakai baju. Bajunya ini khas yang bertentangan dengan akidah Islam,” ucapnya.
Jika dilihat dari sisi hukum penggunaan baju batik moderasi beragama itu ada khas untuk orang-orang kafir. Dan para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.
“Ada yang berpendapat haram dan ada yang berpendapat makruh. Keduanya bersandar pada dalil yang sama yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah SAW akan menghancurkan, mematahkan salib yang ada dalam suatu rumah. Ini menunjukkan adanya indikasi tentang haramnya memakai salib,” katanya.
“Sementara para ulama yang lain memakruhkannya. Secara pribadi saya lebih cenderung mengharamkan,” ujarnya.
Karena, lanjutnya, ada hadits lain yakni yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. “Ketika Adi bin Hatim ath-Tha’i memakai kalung salib, saat itu dia masih beragama Nasrani kemudian Rasulullah SAW mengatakan, Ya Adi, buanglah darimu berhala ini (kalung salib). Ini yang harus dipahami dari sisi hukum penggunaan batik,” lanjutnya.
Baginya, kebijakan pemakaian batik moderasi beragama ini khas, yakni ada ciri-ciri khas atributnya bertentangan dengan Islam. “Ciri yang khas ada salibnya, ada gambar-gambar Buddha. Ini khasnya. Padahal sebenarnya ini dalam pandangan Islam itu jelas-jelas dilarang,” tuturnya.
Terkait kebijakannya dari sisi hukum, solusi memakai pakaian batik moderasi beragama itu haram tapi dari sisi politik itu tidak menyelesaikan masalah.
“Akar persoalannya bukan umat tidak rukun itu, solusinya harus dikaitkan dengan pakaian itu atau dipahamkan tentang makna moderasi yang sudah melenceng dari Islam,” bebernya.
Ia mengungkapkan, akar permasalahan tidak rukunnya umat adalah sistem sekuler. Inilah yang menyebabkan negara ini tidak peduli lagi dengan agama.
“Agama warganya itu apa tidak peduli, yang penting agama ini harus dipisah dari kehidupan, tidak peduli tentang akidahnya apa, tidak peduli negara itu untuk melindungi akidahnya bahkan untuk menerapkan kebijakan yang membahayakan akidah warganya itu tidak peduli,” ungkapnya.
Inilah yang harus diselesaikan. “Karena sistemnya ini adalah sistem sekuler, sistem kapitalis. Ini inti dari aspek akar persoalannya,” katanya.
Ia menghimbau umat Muslim untuk menolak kebijakan pemakaian batik moderasi beragama. “Sebab membahayakan akidah,” pungkasnya.[] Ageng Kartika