Siyasah Institute: Harus Ada Pembenahan Total di Kepolisian

 Siyasah Institute: Harus Ada Pembenahan Total di Kepolisian

Mediaumat.id – Menanggapi pernyataan salah satu anggota Brimob Batalion Pelopor B Polda Riau Bripka Andry Darma Irawan yang mengaku telah menyetorkan uang sebanyak ratusan juta ke atasannya namun tetap dimutasi, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan harus ada pembenahan total dalam kepolisian.

“Mutlak harus ada pembenahan total dalam kepolisian dan juga birokrasi di tanah air, karena kita khawatir ini terjadi di semua tubuh pemerintahan, seperti kasus jual beli jabatan di sejumlah instansi pemerintah,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (16/6/2023).

Iwan membeberkan, bukan berita ini saja masyarakat mendengar adanya setoran dari bawahan ke atasan. Publik belum lupa nyanyian Ismail Bolong di Kalimantan Timur yang mengaku secara rutin kirimkan setoran ke perwira Polri sampai Rp6 miliar. Meski pengakuan Ismail dia bukan lagi anggota kepolisian, namun publik menangkap ada budaya semacam itu di internal kepolisian.

Mengutip Indonesia Police Watch, Iwan menyebut, budaya setoran di kepolisian itu merupakan fenomena gunung es. Artinya, banyak dan sering terjadi. Sehingga bisa dikatakan bahwa kepolisian Indonesia dalam keadaan tidak sehat. Sebab semestinya ASN dan aparat keamanan bersih dari gratifikasi, apalagi ini malah ada tuntutan setoran dari bawahan pada atasan.

Hal ini tutur Iwan akan merusak citra polisi di mata publik, dan menjadi celah untuk mengendalikan aparat keamanan demi kepentingan kelompok tertentu, misalnya untuk korporasi.

Terakhir, menurut Iwan, negara dan lembaga-lembaganya harus dibangun di atas dasar ketakwaan, bukan karena semata karena profesi. Pejabat negara, ASN, dan aparat keamanan harus terdiri dari orang-orang yang amanah, punya rasa takut pada Allah SWT. Sehingga kebal terhadap gratifikasi dan tidak akan meminta apa pun dari siapa pun, termasuk dari bawahan.

Kemudian, lanjut Iwan, negara harus menjamin para ASN dan aparat keamanan punya kehidupan yang layak. Kebutuhan pokok untuk keluarga mereka terpenuhi, sehingga tak ada alasan menerima gratifikasi karena himpitan ekonomi.

“Tapi persoalannya, apakah bisa dalam kondisi sekarang yang sekuleristik dan kapitalistik? Berat,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *