Iwan Januar: Mobil Listrik Solusi atau Menambah Persoalan?
Mediaumat.id – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mempertanyakan kebijakan pemerintah atas pengalihan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) menjadi kendaraan listrik sebagai solusi atau menambah persoalan.
“Alasan pemerintah ingin menciptakan lingkungan yang lebih ramah dan menghilangkan emisi karbon yang menjadi persoalan polusi udara di tanah air. Tapi apakah solusi ini tepat atau justru menambah persoalan?” tanya Iwan dalam video yang diunggah di akun TikTok @iwanjanuarcom, Kamis (15/6/2023).
Menurut Iwan, salah satu masalah yang akan timbul ialah bertambahnya kemacetan jalan raya. Pasalnya, kebijakan itu bisa jadi akan menambah jumlah kendaraan pribadi.
“Biasanya orang Indonesia jika ada kebijakan untuk beralih kendaraan, mereka bukan mengganti, tapi membeli kendaraan baru. Akibatnya, kemacetan justru akan bertambah di jalan raya,” urainya.
Persoalan lain, kata Iwan, ialah listrik yang digunakan selama ini sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara. Saat ini, penambangan batu bara mengakibatkan dampak kerusakan lingkungan akibat proses yang tak terkendali. Bencana banjir di Kabupaten Kutai Timur dan Bengkulu, beberapa contohnya.
“Sampai hari ini kita masih menghadapi persoalan alam yang rusak diakibatkan minimnya penanganan analisis dampak lingkungan (Amdal) dari proses pertambangan batu bara di Indonesia,” tutur Iwan.
Mengutip catatan jaringan advokasi tambang Indonesia, Iwan mengungkap bahwa 70 persen kerusakan lingkungan disebabkan karena pertambangan. Sebanyak 3,97 juta hektar lahan terancam akibat pertambangan. Selain itu, diperkirakan ada 4.000 daerah aliran sungai (DAS) rusak. Bahkan 108 di antaranya dalam kondisi rusak parah.
“Bisa dibayangkan, bila sekiranya warga ramai beralih menuju kendaraan listrik, maka kebutuhan akan listrik semakin bertambah. Artinya, kebutuhan akan batu bara pun kian besar. Dampaknya, penambangan akan makin masif dan jika tidak terkendali, maka dampak kerusakannya lebih besar pula,” tegas Iwan.
Selain itu, ada banyak nama pejabat publik yang berada di balik industri kendaraan listrik. Pemerintah pun sudah menyiapkan subsidi cukup besar, yang tak lain adalah uang rakyat, untuk setiap kendaraan listrik.Karena itu, menurut Iwan hal ini merupakan skema oligarki yang sangat dahsyat.
“Bukankah ini berarti menciptakan skema oligarki yang sangat dahsyat? Uang dari rakyat, tapi tidak dinikmati oleh semua rakyat. Tentu, karena tak semua dari masyarakat akan sanggup membeli kendaraan listrik. Namun satu hal pasti, ini menguntungkan para pemilik industri yang notabene pejabat tinggi negara,” kata Iwan.
Iwan menyarankan, bila pemerintah ingin serius menangani persoalan transportasi, termasuk emisi karbon dan pencemaran lingkungan, bukan dengan kebijakan alih kendaraan listrik. Hal utama dan lebih mudah dilakukan pemerintah ialah dengan memasifkan, memperbaiki, dan meningkatkan pelayanan transportasi massal untuk masyarakat. Di samping membatasi kepemilikan kendaraan pribadi dengan regulasi yang tepat.
“Bukan tidak mungkin, bahkan dengan waktu yang singkat, masyarakat berangsur-angsur akan beralih ke transportasi publik. Ini solusi yang lebih tepat digunakan ketimbang mengalihkan kendaraan minyak ke listrik yang belum tentu dinikmati semua rakyat dan belum tentu mampu memecahkan persoalan lingkungan. Tapi justru yang sudah jelas adalah dampak kerusakan dan menambah kemacetan transportasi tanah air,” pungkasnya.[] Rizki