Mafia Tambang, Kesejahteraan dan Sistem Politik
Oleh: M. Taufik NT
Pernyataan Mahfud MD yang mengutip Samad terkait maraknya mafia tambang menggelitik pikiran kita. Katanya, jika tidak ada mafia dan korupsi bidang tambang, Indonesia bukan hanya bebas utang, bahkan setiap kepala rakyat bisa mendapat sekitar Rp 20 juta tiap bulan.[1]
Bagaimana tidak menggelitik pikiran kita, pernyataan itu sudah lama, sekitar 10 tahun yang lalu, sementara anggaran pemberantasan korupsi juga makin besar, namun justru data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2022, dengan garis kemiskinan Rp 504.469 per kapita per bulan, adalah 26,16 juta jiwa.[2] Riset ADB juga mengungkap data bahwa 22 juta penduduk Indonesia masih menderita kelaparan kronis selama periode 2016–2018.[3] Tewasnya pasutri RG (71) dan RM (68) serta anaknya DF (42), dan BG (68) dalam kondisi kelaparan[4] seolah-olah mengkonfirmasi data-data di atas. Anehnya, dengan kondisi yang sudah sedemikian parah, seruan untuk kembali kepada solusi-solusi syari’ah justru dimentahkan dan dianggap berbahaya.
Benar, sebagaimana kata mantan Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti, Indonesia adalah negara kaya, memiliki batubara 5 besar di dunia, nikel terbesar di dunia, CPO nomor 2 di dunia, emas terkaya dari 5 negara di dunia, dan pantai terpanjang nomor 2 di dunia.[5] Namun jika sistem pengaturannya tidak tepat, tak peduli seberapa kaya sumber daya alam suatu negeri, tetaplah tidak akan pernah mampu menyejahterakan rakyat negeri tersebut.
“Legalisasi” Mafia
Jika dicermati, sebenarnya problem pengaturan sumber daya alam (SDA) berakar pada sistem politik yang diberlakukan di negeri ini; mulai dari filosofi kepemilikan, pemilihan pemimpin, hingga perumusan undang-undang/hukum yang dipakai. Jika problem dasar ini tidak terselesaikan, berganti orangpun tidak akan menyelesaikan masalah.
Terkait kepemilikan, tambang-tambang di Indonesia sebagian besarnya bukanlah dimiliki oleh cukong-cukong lokal “ilegal”, namun justru dikuasi oleh pihak asing secara legal, bahkan mereka datang seolah-olah sebagai tamu undangan yang terhormat. Eva kusuma Sundari, saat menjadi anggota DPR, pernah menyatakan bahwa asing mengintervensi 76 undang-undang. [6] Disamping itu, tercatat 1800 perda dihapus untuk memuluskan dominasi penjajah dengan mengatasnamakan investasi.[7] Tak aneh jika mantan Presiden BJ. Habibie menyebut penguasaan ini sebagai penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau VOC dengan baju baru.[8]
Jangankan menyelesaikan “cukong-cukong” internasional, dengan sistem yang ada, “cukong lokal” pun akan sulit diatasi. Bagaimana mau mengatasinya jika mereka menempel erat dengan calon-calon penguasa, menyatu dan membentuk “simbiosis mutualisme” antar mereka? Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK memaparkan hasil kajian KPK terhadap penyelenggaraan pilkada. Menurutnya ada sekitar 82 persen pilkada itu, calon-calon kepala daerahnya didanai oleh sponsor[9] cukong-cukong inilah yang kemudian banyak memonopoli SDA milik rakyat.
Islam Mengatasi Sejak Akarnya
Jika tidak memakai syari’ah Islam, sistem undang-undang apapun tentu sangat dipengaruhi oleh kepentingan pembuatnya, baik kepentingan lokal maupun asing. Adapun jika memakai syari’ah Allah Ta’ala, maka Dia tidak memiliki kepentingan apapun dari makhluk. Dan kalaupun manusia yang menggali hukumnya memiliki kepentingan, mereka tetaplah akan dibatasi oleh hukum-hukum yang sifatnya qath’iy.
Dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abd al-Madaan, dari Abyad bin Hamal ra, bahwasanya ia berkata:
أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِي بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ
“bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam—Ibnu al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul saw. memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.” Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal)”
[HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban, At Tirmidzi menghasankannya, Ibnu Hibban mensahihkan, Ibnul Qaththan mendlo’ifkan [as Shon’âny(w. 1276 H), Fathul Ghaffâr, 3/1284] , hadits ini diamalkan ahlul ‘ilmi dari kalangan sahabat [Tahqiq Abdul Qadir Arna’uth atas kitab Jâmi’ul Ushul, 10/578 karya Ibnul Atsîr (w. 606 H)]]
Secara umum, menarik pemberian adalah haram, kecuali misalnya pemberian ayah kepada anaknya. “Dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah saw bersabda,
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ الَّذِي يَعُودُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ
“Tidak ada bagi kami perumpamaan yang lebih buruk bagi orang yang menarik kembali hadiahnya, seperti anjing yang menjilat muntahannya kembali”.[HR.Al-Bukhari]
Karena inilah, Syaikh Abdurrahman Al-Maliki menyatakan: “hadis ini adalah dalil bahwasanya tambang (yang depositnya besar) adalah kepemilikan umum, dan tidak boleh menjadi milik pribadi (swasta)…” (as-Siyasah al-Iqtishodiyyah al-Mutsla, hal. 65)
Tidak hanya filosofi kepemilikan ini yang diselesaikan oleh Islam, Islam juga memiliki seperangkat aturan terkait pengelolaan dan pemanfaatannya, seperangkat hukum-hukum yang menjamin pendistribusian kekayaan kepada setiap individu rakyat, juga seperangkat sistem yang mendidik manusia pelaksananya agar amanah, dan seperangkat aturan sanksi yang mudah dan memberi efek jera serta berpeluang menjadi kaffarat (penghapus dosa) bagi siapa saja yang khianat dan melanggar amanat…. Persoalannya, apakah sistem politik yang ada sekarang bisa menerapkan konsep ini? Apakah mau? Allahu A’lam.
[1] “Mahfud Md Soal Ismail Bolong: Perang Bintang Menyeruak, Saling Buka Kartu Truf,” diakses 11 November 2022, https://www.detik.com/jateng/berita/d-6390957/mahfud-md-soal-ismail-bolong-perang-bintang-menyeruak-saling-buka-kartu-truf.
[2] “Jumlah Penduduk Miskin Dan Tingkat Kemiskinan Maret 2022 Menurun – Data Tempo.Co,” diakses 11 November 2022, https://data.tempo.co/data/1493/jumlah-penduduk-miskin-dan-tingkat-kemiskinan-maret-2022-menurun.
[3] “Riset ADB: 22 Juta Penduduk RI Kelaparan Kronis, Kata Kementan? – Bisnis Tempo.Co,” diakses 10 November 2020, https://bisnis.tempo.co/read/1270042/riset-adb-22-juta-penduduk-ri-kelaparan-kronis-kata-kementan/full&view=ok.
[4] “Sebelum Satu Keluarga Membusuk Di Kalideres, Ini Kasus Orang Meninggal Kelaparan Di Jabodetabek – Tribunjakarta.Com,” diakses 12 November 2022, https://jakarta.tribunnews.com/2022/11/12/sebelum-satu-keluarga-membusuk-di-kalideres-ini-kasus-orang-meninggal-kelaparan-di-jabodetabek.
[5] https://twitter.com/susipudjiastuti/status/1575979462306340864
[6] “Eva: Asing Intervensi 76 Undang-Undang – Nasional Tempo.Co,” diakses 21 October 2020, https://nasional.tempo.co/read/272793/eva-asing-intervensi-76-undang-undang.
[7] “1.800 Perda Dihapus Karena Hambat Investasi,” diakses 1 June 2022, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1339727/1800-perda-dihapus-karena-hambat-investasi.
[8] “Ini Dia Pidato Lengkap Presiden Ketiga RI, BJ Habibie | Republika Online,” diakses 9 September 2022, https://www.republika.co.id/berita/lm43df/ini-dia-pidato-lengkap-presiden-ketiga-ri-bj-habibie.
[9] “KPK Ungkap Kajian 82% Calon Pilkada Dibiaya Sponsor, Mahfud Singgung Cukong,” diakses 11 December 2020, https://news.detik.com/berita/d-5169743/kpk-ungkap-kajian-82-calon-pilkada-dibiaya-sponsor-mahfud-singgung-cukong.