Orang Kafir tapi Masuk Golongan Muttaqin, Inilah Penjelasannya
Mediaumat.info – Ulama Aswaja KH Rokhmat S Labib mengungkapkan bahwasanya kalau ada orang sebelumnya kafir lalu tersadarkan, beriman, bahkan beramal shalih berarti tidak masuk golongan kafirin melainkan muttaqin.
“Nah, kalau ada orang sebelumnya kafir lalu tersadarkan, lalu dia beriman, bahkan sampai beramal shalih berarti tidak masuk kelompok kafirin yang disebut ayat ini (Al-Baqarah ayat 6), berarti dia masuk mana? Muttaqin,” ujarnya dalam acara Kajian Online Tafsir al-Wa’ie: Karakter Orang Kafir di Mana-Mana Sama Saja, Rabu (20/12/2023) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.
Karena, lanjutnya, orang yang muttaqin itu di antara tandanya adalah orang yang sudah berdosa lalu dia berhenti dari perbuatan dosa itu. “Dan dia menjadi orang yang terikat dengan syariat-Nya,” lanjutnya.
Kiai Labib, mengumpakan seperti halnya di zaman Rasulullah SAW, banyak dari golongan sahabat yang awalnya masuk golongan kafir, ketika menerima dakwah Rasulullah SAW terus mereka beriman.
“Orang kafir banyak yang berubah di masa Nabi Muhammad SAW berarti tidak semua begitu, berarti ayat ini membicarakan satu sejenis orang kafir khusus, meski alladzi na kafaru memberikan makna umum,” jelasnya.
Adapun yang dimaksud khusus, menurut Kiai Labib, adalah terkhusus untuk orang kafir yang memang tidak mau beriman sampai mati.
“Ada model seperi itu, kenapa ada model seperti itu? Ya karena ayat ini kelanjutan dari ayat sebelumnya (Al-Baqarah ayat 5),” tuturnya.
Kebalikannya
Adapun kebalikannya, kata Kia Labib, yakni yang awalnya muttaqin atau awalnya beriman dan beramal shalih lalu dia menjual keimanannya atau murtad.
“Kalau ada yang seperti itu artinya imannya tidak terlalu kuat, memang sejak awal imannya tipis-tipis,” bebernya.
Maka tidak heran, kata Kia Labib, kebanyakan yang murtad itu dari golongan yang memang imannya sedang lemah.
“Rata-rata orang Nasrani itu ketika masuk Islam kebanyakan mereka dari golongan orang-orang pintar seperti pendeta, ilmuwan dan lainnya, sedangkan berbeda dengan yang murtad jarang-jarang ada ulama yang murtad,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi