Uang Baru Tanpa Back-up Emas, Bisa Inflasi Bahkan Hiperinflasi
Mediaumat.news – Usulan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan ke Bank Indonesia untuk menyetak uang baru Rp4000 triliun dikritik sejumlah pihak termasuk pengamat ekonomi Arim Nasim.
“Secara teori, inflasi terjadi ketika jumlah uang bertambah tidak diikuti dengan penambahan barang. Oleh karena itu pencetakan uang baru senilai Rp4000 triliun sementara pertumbuhan ekonomi stagnan bahkan diprediksi minus dan tidak ada underlying (back-up) seperti emas atas pencetakan uang baru, bukan hanya akan menimbulkan inflasi tapi hiperinflasi,” ungkap Arim kepada Mediaumat.news, Ahad (3/5/2020).
Arim pun mencontohkan hiperinflasi yang terjadi di Zimbawe dan Indonesia di masa Soekarno. Tahun 2002-2005, Zimbabwe mengalami hiperinflasi karena menyetak uang besar-besaran untuk membayar utangnya. Begitu juga di Indonesia tahun 1963-1965 menyetak uang besar-besaran sehingga terjadi hiperinflasi dan akhirnya melakukan sanering dengan pemotongan nilai uang 1000 persen; uang Rp1000 menjadi Rp1.
“Jadi inflasi itu disebabkan oleh pertambahan uang kertas (fiat money) yang tidak di-backup oleh pertumbuhan ekonomi atau peningkatan aset riil, tidak ada hubungannya dengan tujuan pencetakan uang apakah untuk foya-foya atau bukan,” bebernya.
Ia juga mengingatkan, di sinilah secara fakta empiris semakin menguatkan mengenai sistem moneter Islam yang mengharuskan uang itu emas.[] Joko Prasetyo