PEPS: Putusan PN Jakpus Soal Tunda Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi
Mediaumat.id – Amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengenai KPU yang tak boleh melanjutkan tahapan Pemilihan Umum 2024, dinilai Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan bertentangan dengan konstitusi.
“Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai jadwal pemilu bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Mediaumat.id, Jumat (3/3/2023).
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menegaskan bahwa masa jabatan presiden sesuai dengan konstitusi yakni hanya dua periode yang masing-masing periode, lima tahun.
Dengan kata lain, MK menolak permohonan gugatan uji materi terhadap pasal yang mengatur batas masa jabatan presiden dua periode. “Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Namun lanjut Anthony, apabila putusan PN Jakpus tersebut diartikan sebagai mundurnya jadwal pemilu, sebagaimana putusan yang dibacakan, maka gelaran pemungutan suara paling cepat dilaksanakan pada 2 November 2024. Itu pun kalau KPU sebagai tergugat tak melakukan banding.
Tetapi, nyatanya KPU menyatakan banding atas putusan PN Jakpus yang berarti jadwal pemilu bakal mundur lebih lama. “Tahapan pemilu dan pemungutan suara bisa dipastikan akan lebih lambat lagi,” ucapnya.
Karenanya, Anthony melihat, Indonesia akan menghadapi kekosongan jabatan legislatif dan eksekutif pada Oktober 2024.
Seperti diinformasikan, dalam amar putusan pada Kamis, 2 Maret 2023, PN Jakpus menghukum, tergugat KPU untuk tidak melaksanakan tahapan-tahapan pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Sebabnya, KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perkara melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Rakyat Adil Makmur atau Partai Prima, yang dideklarasikan pada 1 Juni 2021 dan didaftarkan pada 1 Agustus 2022 ke kantor KPU, Jakarta, tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu 2024.
Sehingga kata Anthony, KPU harus melaksanakan tahapan pemilu dari awal, yang memerlukan waktu 2 tahun 4 bulan dan 7 hari hingga pelantikan presiden.
Artinya, KPU harus melakukan proses pendaftaran, verifikasi, pemungutan suara, dan seterusnya hingga pelantikan presiden. “Semua itu perlu waktu dua tahun empat bulan tujuh hari, sejak 14 Juni 2022 hingga 20 Oktober 2024,” terangnya.
“Kalau tahapan pemilu dimulai dari sekarang, 2 Maret 2023, maka pemungutan suara paling cepat dilaksanakan 2 November 2024 (1 tahun 8 bulan). Tahapan pemilu yang lalu, dimulai 14 Juni 2022 dan pemungutan suara 14 Februari 2024,” tambahnya.
Maka pada 2 November 2024, sesuai konstitusi, sambung Anthony, Indonesia sudah tidak ada lagi parlemen (DPR/DPD/MPR) dan presiden beserta seluruh kabinet, karena masa jabatan anggota DPR/DPD selesai pada 1 Oktober 2024 dan masa jabatan presiden selesai pada 20 Oktober 2024.
Tak ayal, ia pun melontarkan pertanyaan. “Bagaimana sikap rakyat? Apakah rakyat berhak mengadakan sidang rakyat, menjalankan kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi?” pungkasnya.[] Zainul Krian