Meski Aliran Modal Asing Masuk Tinggi, Namun Bersifat Temporer dan Spekulatif
Mediaumat.id – Tingginya aliran modal asing yang masuk (capital inflow) ke pasar keuangan domestik sebesar Rp5,57 triliun sebagaimana data transaksi 7-10 Februari 2022, dinilai bersifat temporer dan spekulatif.
“Tingginya aliran masuk modal asing ke Indonesia bersifat temporer. Sebab dana-dana tersebut sebagian besar bersifat spekulatif,” ujar Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada Mediaumat.id, Ahad (13/2/2022).
Ia mengatakan, pada dasarnya para investor hanya mencari potensi pendapatan yang lebih tinggi atau risikonya lebih rendah, khususnya di pasar obligasi dan saham.
Sedangkan tingginya aliran modal tersebut memang menjadi salah satu faktor menguatnya nilai tukar rupiah. “Namun, jika kondisi ekonomi melemah, maka modal asing tersebut akan dengan mudah keluar ke negara-negara maju yang risikonya lebih rendah,” jelasnya.
Dampaknya, nilai tukar rupiah tidak akan pernah stabil dalam jangka panjang. Sehingga, lanjut Ishak, menyebabkan juga risiko sangat tinggi bagi para pengusaha ekspor impor atau pun utang piutang. “Mereka kesulitan memperkirakan kurs yang tepat dalam jangka panjang,” tuturnya.
Liberalisasi
Kondisi demikian, menurut Ishak, terjadi lantaran negeri ini, Indonesia, menerapkan liberalisasi di sektor modal dan finansial.
Padahal, sangat bergantung pada modal asing serta inferior dengan keberadaan para investor asing, justru memunculkan sikap tidak berani pemerintah menerapkan capitol control atau pengendalian modal terhadap investor asing
Sebagaimana hal itu diketahui sejalan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) nomor 1 tahun 2020 yang dirilis pada 31 Maret 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang di dalamnya hanya berlaku untuk penduduk tidak bagi nonpenduduk/investor asing.
Itu pun bukan kontrol tetapi sekadar pengelolaan yang memungkinkan untuk mewajibkan konversi dolarnya ke rupiah.
Sistem Islam
Ishak menuturkan, sistem keuangan dalam lingkup negara yang demikian, tidak perlu terjadi ketika negara ini menerapkan sistem ekonomi Islam. “Negara akan menggunakan mata uang emas dan perak dan menghapus eksistensi pasar modal ribawi yang spekulatif,” terangnya.
Sehingga tidak ada lagi celah bagi spekulan untuk memanfaatkan fluktuasi kurs atau pun selisih bunga dan pendapatan di pasar modal.
“Namun hal ini (sistem ekonomi Islam) tentu saja tidak akan terjadi ketika negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme yang menjadikan sekularisme sebagai dasar dalam pengaturan sistem ekonomi negara ini,” pungkasnya.[] Zainul Krian