Membaca Pemilu Turki 2023
Pada hari Ahad, 14/5/2023, pemilihan presiden dan Majelis Rakyat berlangsung di Turki, dan diputuskan untuk mengadakan pemilihan presiden putaran kedua pada hari Ahad, 28/5/2023 karena Erdogan atau saingannya Kemal Kilicdaroglu tidak ada yang meraih lebih banyak dari 50% suara. Erdogan memperoleh 49,52 persen suara, sedang Kilicdaroglu mendapatkan 44,88 persen suara.
Secara umum hasil pemilu dimenangkan Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpin Erdogan, namun kemenangan ini secara tegas terkait dengan Majelis Rakyat dan tidak terkait dengan posisi presiden. Persentase mereka yang berpartisipasi dalam pemilu cukup tinggi, yaitu sekitar 87% atau sekitar 56 juta orang, ini merupakan jumlah yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara yang menganut sistem demokrasi untuk memilih presiden dan wakil rakyat di parlemen. Misalnya, empat pemilihan terakhir di Amerika dari tahun 2008 hingga 2020 tidak melebihi 55% dari yang memiliki hak pilih, kecuali pada tahun 2020, yang mencapai 62%, karena pembagian yang jelas antara pendukung Trump dan Biden
Menariknya bahwa pemilih di Turki terbagi menjadi dua kelompok yang hampir sama dalam hal persentase suara, yaitu kelompok yang cenderung mewakili pandangan nasionalisme murni yang tegas didukung oleh sekularisme Mustafa Kemal, dan kelompok yang mencampurkan antara nasionalisme Turki sebagai umat Islam dengan sekularisme yang dibungkus dengan agama Islam yang bermanifestasi mistis. Dalam pengelompokan imi ada beberapa indikasi yang bisa menjadi pertimbangan ketika melihat realitas dan masa depan Turki:
Pertama: Populasi yang luas dan dalam, dengan cakrawala sekuler, yang sedang menurun setelah mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Mustafa Kemal pada dua puluhan abad lalu, yang pengaruhnya hampir membanjiri Turki dan bahkan beberapa negara Arab.
Kedua: Orientasi terhadap Islam, terutama yang mempengaruhi aspek emosional dan aspek ibadah, mulai meningkat selama dua dekade terakhir, hingga mencapai persentase yang sedikit lebih tinggi dari sekularisme yang mengakar.
Ketiga: Wacana yang mencirikan Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Erdogan terfokus pada segmen yang berorientasi pada Islam, meskipun secara emosional, tanpa mengabaikan segmen kaum sekularis, ikut menambah jumlah, serta memiliki pengaruh yang kuat.
Keempat: Pergeseran arah rakyat Turki terhadap Islam mengungkapkan bahwa sekularisme Mustafa Kemal tidak mampu menghilangkan Islam di Turki, melainkan hanya menutupinya dengan lapisan sekularisme, sehingga Turki tampil sebagai orientasi sekuler. Sehingga setiap kali lapisan kerak sekularisme ini dibersihkan, Islam yang tersembunyi muncul di bawahnya. Inilah yang terlihat di negara-negara yang ditutupi oleh Uni Soviet dengan kerak ateisme dan komunisme. Maka setelah kerak ini hancur dan didibersihkan, Islam segera bersinar kembali, menyenangkan mereka yang melihatnya. Begitu juga yang terlihat dari pesatnya pergerakan kaum Muslim di negara-negara Arab yang Islamnya ditutupi nasionalisme dan kedaerahan dalam kurun waktu yang lama.
Kelima: Apakah umat Islam di Turki, negara-negara Arab, Asia Tengah, Asia Timur, atau Afrika, semuanya telah jatuh ke dalam tipu muslihat dan omong kosong yang sama, dimana kaum kafir penjajah dan antek-anteknya, ketika mereka tidak mampu melucuti Islam dari pikiran dan hati kaum Muslim, maka mereka dengan sengaja menutupinya dengan kulit sekularisme, nasionalisme, patriotisme, sosialisme, dan kemanfaatan sesaat.
Keenam: Perjuangan hari ini berupa perlombaan panik antara kelompok yang bekerja dengan tulus untuk mencapai inti kaum Muslim dan mengeluarkannya dari cangkang berbagai sekam, dengan kelompok yang kerasukan setan yang bekerja untuk menutupi kembali Islam, meskipun berupa baju dari campuran benang berwarna, orientasi, dan gagasan yang berbeda, sehingga tetap tidak dapat memancarkan cahaya terangnya, baik melalui penipuan, memperindah kepalsuan, atau mencampur adukan kebenaran dengan kebatilan.
Ketujuh: Mereka yang ingin mengembalikan kejayaan, kekuasaan, dan cahaya Islam ke dunia harus menyadari bahwa perubahan yang terjadi di negara ini, meskipun lambat, namun terus menerus dan meningkat, namun ada pihak yang berusaha untuk melipat kembali Islam, serta menjauhkannya dari kehidupan dan realitas dalam pakaian yang ditenun dari campuran Islam, sekularisme, nasionalisme, kemanfaatan, dan lain-lain. Turki adalah contohnya yang baik.
Penutup: Terlepas dari kecenderungan pemerintah di Turki, bahwa kesaksian hari ini lebih kuat dari sebelumnya, Islam yang telah mengubah rakyat Turki di masa lalu dan menjadikan mereka bagian dari umat Islam, yang diembannya dengan darah dan jiwanya, masih berada dalam kedalamannya, yang muncul sedikit demi sedikit hingga Allah mengizinkan agama-Nya memimpin dunia kembali.
﴿يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ * هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ﴾
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (TQS. At-Taubah [9] : 32-33). [Dr. Muhammad Jilani]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 25/5/2023.