IJM: Narasi Politik Identitas Mendiskreditkan Umat Islam

 IJM: Narasi Politik Identitas Mendiskreditkan Umat Islam

Mediaumat.id – Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana menyatakan narasi identitas politik jelang pemilihan umum (pemilu) 2024 masih mendiskreditkan umat Islam.

“Banyak pihak memprediksi, jelang tahun politik menuju Pemilu 2024, narasi identitas politik dan politik identitas, masih mendiskreditkan umat Islam,” ujarnya dalam Aspirasi: Islam Jangan Dipojokkan dengan Alasan Politisasi Identitas, Jumat (2/6/2023) di kanal YouTube Justice Monitor.

Dia mengatakan, banyak pihak yang memulai narasi politik identitas selalu menyudutkan gerakan Islam. Hal itu mengakibatkan partai politik kontestan pemilu 2024 enggan memperjuangkan agama.

“Sehingga partai politik saat ini tidak lagi memperjuangkan agama, lantaran selalu disebut sebagai politik identitas,” tuturnya.

Aktivis 98 ini menjelaskan, narasi politik identitas telah membuat gerakan Islam dikerdilkan dan dikucilkan. Padahal politik identitas digunakan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia.

“Contohnya Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro yang berjuang menggunakan politik identitas,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan, Tuanku Imam Bonjol saat berjuang melawan penjajah Belanda menegakkan syariah Islam dan tampak mengenakan baju seorang ulama. “Itu politik identitas,” tegasnya.

Begitu juga dengan kisah Pangeran Diponegoro. Agung mengungkapkan, saat perang melawan Belanda, dia juga menggunakan identitas Islam. Itulah politik identitas yang sesungguhnya. Identitas umat Islam adalah dengan menegakkan Islam.

“Jadi umat Islam jangan melepaskan identitasnya. Identitas kita Islam. Kita ini berjuang ya ikut ajaran Islam. Kita berjuang demi Islam. Itu poin dasar yang sangat penting untuk kita catat bersama,” jelasnya.

Dia menjelaskan, agama Islam telah memiliki ketetapan yang jelas tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu, umat Islam perlu menjaga semangat untuk menjalankan Islam secara kaffah serta mendakwahkannya.

Dia menegaskan, agar ketika umat Islam mendakwahkan agamanya, para aktivis dakwah itu seharusnya tidak dipojokkan dan diintimidasi dengan narasi politik identitas dan stigma negatif yang lain.

“Maka, negara dan siapa pun tidak boleh melakukan stigmatisasi terhadap ajaran agama tersebut. Kemudian melakukan stigmatisasi dan kriminalisasi terhadap hal tersebut. Ini adalah perbuatan yang melawan hukum. Ini clear sekali,” pungkasnya.[] Muhammad Sholeh

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *