Kemiskinan Bojonegoro, Pengamat: Butuh Transparansi dan Prioritas
Mediaumat.id – Menyoroti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) Bojonegoro yang tertinggi kedua se-Indonesia namun kemiskinan tetap tinggi, Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Dr. Marwan Batubara menegaskan butuh transparansi dan prioritas.
“Yang paling penting adalah transparansi dan prioritas. Ini lebih kepada penyelenggara negara terutama eksekutif dan legislatif. Mereka itu mikirin rakyat enggak? Ada uang sekian banyak lalu mereka bertanggung jawab membuat alokasi anggaran secara adil, merata, efektif, efisien mengentaskan kemiskinan. Saya tidak yakin ini menjadi pegangan, yang ada mumpungisme,” ungkapnya di Perspektif PKAD: Bojonegoro, Hibah Vertikal Politis, Angka Kemiskinan Miris? melalui kanal You Tube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (30/5/2023).
Ia mengungkap persentase pendapatan APBD di Bojonegoro dari minyak itu paling besar dari blok Cepu. “Ini sesuatu yang istimewa buat Bojonegoro, maka kontribusi terhadap penerimaan APBD sangat signifikan. Namun yang paling penting adalah memastikan hitungannya benar, belanjanya juga benar, dan harus ada yang disisihkan sebagai dana abadi,” tukasnya.
Menurut Marwan, penyisihan sebagai dana abadi ini penting karena suatu saat cadangan minyak itu akan habis, sebagaimana yang terjadi di Aceh.
Terkait pembelanjaan, Marwan menyarankan agar berlimpahnya dana dari migas dimanfaatkan untuk membangun ekonomi rakyat yang potensial membantu sektor pertanian, UMKM, atau industri-industri yang memberikan nilai tambah sekaligus mengentaskan kemiskinan serta membuka lapangan kerja.
“Bukan hanya DPR atau eksekutif yang berperan, tapi kampus-kampus mestinya ikut memberikan masukan supaya belanja itu prioritas untuk kepentingan rakyat,” imbuhnya.
Hanya saja Marwan pesimis itu bisa terwujud, sebab politik oligarki saat ini sangat dominan. Para oligarki paham, agar kepentingannya bisa berlanjut maka mulai dari bupati, DPR, gubernur, sampai presiden harus dipilih yang pro oligarki.
“Oligarki itu mengendalikan uang yang ada di daerah sampai ke pusat. Salah satunya APBD. Bisa saja membangun suatu gedung itu bukan prioritas tapi karena oligarki berkepentingan membangun gedung itu, maka itu yang dibangun sehingga rakyat terlupakan,” ujarnya memberikan contoh.
DPR, lanjutnya, aji mumpung, lebih suka melakukan studi banding, eksekutif setiap bulan rapat di luar kota, kunjungan ke luar negeri, rakyat tidak diperhatikan.
“Maka terjadilah apa yang terjadi di Aceh, rakyat miskin masih cukup besar, sementara gas Arun yang menjadi sumber pendapatan daerah sudah habis dan belum ada penggantinya,” khawatirnya.
Ini semua karena rakyat tidak paham. “Oleh karena itu kita harus memberikan edukasi kepada publik memahamkan masalah ini,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun