Gugat ke PTUN, Anwar Usman Tak Lepas dari Syahwat Kekuasaan Kakak Iparnya

 Gugat ke PTUN, Anwar Usman Tak Lepas dari Syahwat Kekuasaan Kakak Iparnya

Mediaumat.info – Gugatan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang meminta putusan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru dibatalkan karena dirinya ingin kembali menduduki jabatan ketua, dinilai Pengamat Politik Dr. Riyan, M.Ag., tak bisa dilepaskan dari syahwat kekuasaan Presiden Jokowi yang merupakan kakak iparnya.

“Apa yang menjadi polah Hakim Konstitusi Anwar Usman ini, itu tidak bisa dilepaskan dari bingkai persoalan yang lebih besar yaitu syahwat kekuasaan yang dimiliki kakak iparnya (Jokowi),” ujar Riyan dalam Kabar Petang: Gugatan Anwar Usman ke PTUN Memalukan? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (7/2/2024).

Menurut Riyan, ketika Presiden Jokowi menginginkan jabatan yang lebih dari apa yang telah menjadi ketentuan konstitusi yakni awalnya meminta tiga periode tapi ditolak, kemudian berusaha memperpanjang masa jabatan tapi juga ditolak, selanjutnya menyatakan cawe-cawe (intervensi) dalam proses pemilu, dan ujungnya adalah meloloskan Gibran sebagai Cawapres lewat ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman Gibran atau adik dari Presiden Jokowi.

Riyan melihat, langkah Anwar Usman meloloskan Gibran menjadi cawapres meskipun secara usia belum 40 tahun merupakan pelanggaran etik berat yang sayangnya Anwar Usman hanya dicopot dari jabatan ketua MK saja dan tidak dipecat sebagai hakim konstitusi.

Ironisnya, kata Riyan, Anwar Usman masih bisa melakukan gugatan kepada ketua MK yang menggantikan dirinya. Padahal pemilihan ketua MK penggantinya sudah sesuai prosesur.

Dengan kasus ini, Riyan menyatakan, dalam sistem demokrasi yang dibuat oleh manusia memang terbukti banyak kelemahan. Sehingga kelemahan itu dijadikan celah atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki keserakahan dalam konteks kekuasaan.

Terakhir Riyan menyebut, upaya yang dilakukan Anwar Usman dalam sistem demokrasi selama legal secara hukum, maka dianggap sesuatu yang lumrah atau sah-sah saja untuk dilakukan. Padahal dalam sisi integritas, hal ini sangat tidak layak untuk dilakukan.

“Dia sudah divonis sebagai hakim yang melanggar etika berat, yang seharusnya tidak hanya dicopot dari jabatannya saja tapi juga dipecat secara tidak hormat,” pungkas Riyan. [] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *