Gencatan Senjata Lebanon: Amerika dan Sekutunya Capai Tujuan Strategis
Beirut – Pada 27 November 2024, kesepakatan gencatan senjata antara Hizbullah dan entitas Yahudi diumumkan. Perjanjian ini mencakup penarikan pasukan entitas Yahudi dari Lebanon Selatan dalam dua bulan, sementara Hizbullah diwajibkan mundur ke utara Sungai Litani. Tentara Lebanon akan dikerahkan di wilayah tersebut, diawasi oleh mekanisme pemantauan yang melibatkan PBB, Amerika Serikat, dan Prancis.
Selain itu, entitas Yahudi diberi hak kebebasan bergerak di wilayah selatan Sungai Litani jika terjadi pelanggaran perjanjian. Penerbangan pengintaian oleh pasukan Yahudi di wilayah udara Lebanon juga tetap diizinkan. Namun, hingga kini, pelanggaran hak warga sipil masih terjadi, termasuk penahanan empat warga Lebanon yang dicurigai sebagai pejuang perlawanan, serta pemberlakuan jam malam di selatan Sungai Litani.
Pengamat menilai perjanjian ini bertujuan memisahkan front Lebanon dari Gaza, yang saat ini berada di bawah serangan berat entitas Yahudi. Isolasi Gaza diyakini sebagai langkah strategis untuk mempermudah kontrol penuh atas wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat dan Yerusalem.
Hizbut Tahrir mengkritik keras peran para penguasa Muslim yang dinilai mendukung langkah ini secara tidak langsung. Organisasi tersebut menyoroti bahwa negara-negara seperti Mesir, Yordania, Iran, dan Turki tidak mengerahkan upaya militer untuk mendukung Palestina, melainkan hanya terlibat dalam negosiasi politik yang menguntungkan pihak Yahudi.
Menurut Hizbut Tahrir, solusi untuk membebaskan Palestina dan mengakhiri dominasi entitas Yahudi hanya dapat dicapai melalui mobilisasi kekuatan militer umat Islam di bawah kepemimpinan Khilafah.
Hizbut Tahrir menyerukan para prajurit di dunia Islam untuk bangkit membela Palestina dan mengembalikan tanah suci tersebut ke pangkuan umat Islam.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat