Bandara Kertajati Proyek Gagal, Analis: Pembangunannya Tidak Terintegrasi

 Bandara Kertajati Proyek Gagal, Analis: Pembangunannya Tidak Terintegrasi

Mediaumat.id – Pengakuan Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Wahyu Utomo bahwa Bandara Kertajati adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang gagal, menurut Pengamat Kebijakan publik Agus Kiswantono karena pembangunannya tidak terintegrasi.

“Gagalnya proyek Bandara Kertajati ini membuktikan pembangunannya tidak saling terintegrasi, dalam arti prosesnya terlalu prematur sehingga bandara ini hanya berjalan selama satu tahun,” tuturnya di Kabar Petang: Grasa-Grusu dari Bandara Kertajati sampai IKN?  melalui kanal YouTube Khilafah News, Senin (15/5/2023).

Proses pembangunan itu bersifat sistematis mulai dari perencanaan, pembangunan dan pengoperasian. “Proses perencanaan itu terkait dengan kelayakan, analisa dampak lingkungan dan analisa dampak bisnisnya,” tandasnya.

Andai proses perencanaannya dikritisi sejak awal, kata Agus, tentu dana fantastis Rp2,6 triliun untuk biaya pembangunan bandara tersebut bisa diselamatkan. Agus beralasan meski proses perencanaan itu butuh biaya tapi hanya 3 persen dari total biaya pembangunan yang dikeluarkan. Dan kalau tidak layak tidak perlu dilanjutkan.

“Kapasitas bandara saat itu direncanakan 27 juta penumpang per tahun untuk pesawat komersial, untuk kargo 191 ton per tahun. Harusnya ini dikalkulasi apakah realistis atau hanya menipu? Kenyataannya baru satu tahun beroperasi langsung berhenti melayani penerbangan reguler,” kritiknya.

Agus menyayangkan pembangunan bandara yang menelan anggaran dari APBN yang sangat besar akhirnya tidak berfungsi. “Hanya berfungsi satu tahun, ini berarti kan buang-buang anggaran 2,6 triliun, karena kalau sudah jadi bangunan nilai bangunan itu bukan semakin tinggi tapi akan semakin rendah,” kritiknya.

Mayoritas

Dalam pandangan Agus, proyek-proyek strategis nasional seperti Bandara Kertajati, Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) ataupun Ibu Kota Negara (IKN) itu bisa lolos karena pemerintahan sekarang ini mayoritas.

“Mereka menguasai 82 persen dari legislasi yang mereka kombinasi dengan kekuasaan. Kalau itung-itungan kalkulasi program, apa pun pasti lolos karena mereka mayoritas,” bebernya.

Karena mayoritas, ucap Agus, kontrol menjadi kurang. Ia mencontohkan proyek KCIC yang sudah babak belur bahkan menelan dana lebih besar dari pembangunan Bandara Kertajati tidak pernah ada evaluasi.

“Yang terjadi malah ketika kurang dana, diajukan, di-acc, digelontor dana lagi. Ini menunjukkan arogansi kekuasaan sedang terjadi,” sesalnya.

Agus mengkhawatirkan, saat negara tidak bisa mengelola anggaran, legitimasi publik terhadap pemerintah akan hilang karena utang semakin banyak, tapi problem malah semakin banyak, bukan bermanfaat untuk masyarakat.

Agus juga menyesalkan, setelah 25 tahun reformasi, kesejahteraan masih di atas langit sulit dijangkau masyarakat. Ekonomi, pendidikan, budaya semua mengalami masalah, korupsi berhamburan.

“Kalau ingin negara ini besar, jangan sampai justru korupsi berhamburan tapi harus dimatikan. Dampak-dampak buruk sosial harusnya dimarginalkan bukan dioptimalkan, termasuk dampak sosial dari proyek-proyek pembangunan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *