Arogansi Sepakbola Eropa dan Kebencian Terhadap Islam
Ketika Austria mengambil alih kepemimpinan Uni Eropa selama enam bulan ke depan, maka kita siap-siap melihat lebih banyak tanda-tanda arogansi dan kezaliman bangsa Eropa. Para pemimpin Eropa—dengan beberapa pengecualian—tampaknya mereka tenggelam dalam kegilaan luar biasa terhadap para imigran, dan berusaha memaksakan aturan untuk masuknya beberapa orang paling rusak dan binasa di dunia. Perdana Menteri Austria Sebastian Kurz adalah pemimpin arogansi tersebut. Dia berdiri histeria anti-asing yang kontras dengan beragam perayaan di sepakbola Eropa.
Sebagian besar tim sepakbola Eropa yang bersaing di Piala Dunia adalah multikultural, multi-warna dan multi-etnis. Sementara banyak pemimpin Eropa yang tidak mampu menyembunyikan keinginannya untuk menjaga benua putih dan Kristen. Namun para pemain sepakbola di Eropa, mereka adalah campuran yang paling menarik dari berbagai warna, agama, dan ras. Kebanyakan mereka berasal dari masyarakat imigran yang kurang beruntung. Juga banyak dari mereka adalah Muslim. Bahkan sebagian lagi berkulit hitam atau berasal dari Arab. Pengangkatan para manajer sepakbola nasional, seperti Roberto Martinez adalah mantan pemain Spanyol, serta pelatih Setan Merah Belgia yang ditunjuk atas dasar kompetensinya, bukan kewarganegaraannya. Di sisi lain, para pemimpin Uni Eropa berada di jajaran anti-Muslim.
Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban mengatakan, pada Mei tahun ini, setelah ia memenangkan pemungutan suara, untuk membentuk pemerintahan baru, “sedang tugas utama pemerintah baru ini adalah menjaga keamanan orang Hongaria dan budaya Kristen”.
Pemimpin Liga Utara, Matteo Salvini, yang sekarang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Italia, memperingatkan bahwa Islam “tidak sesuai” dengan nilai-nilai Italia. Bahkan pernyataan senada senantiasa diulang-ulang oleh mitranya dari Jerman, Horst Seehofer, yang percaya bahwa Islam bukan milik rakyat Jerman.
Perdana Menteri Austria Sebastian Kurtz meyakini negaranya akan bersama dengan Jerman dan Italia dalam “poros keinginan” melawan para imigran gelap. Begitu juga sekutunya dari Visegrad Group, atau yang disebut sebagai Visegrad Four (V4), yaitu aliansi dari empat negara Eropa Tengah: Republik Ceko, Hungaria, Polandia dan Slowakia, bahwa mereka akan terlibat dalam permainan yang memalukan “untuk berlomba menjadi pihak yang paling keras tentang imigrasi”.
Seperti halnya Presiden AS Donald Trump, bahwa bangsa Eropa yang radikal terhadap orang asing, terutama mereka yang sangat anti-Islam, adalah yang suaranya paling keras. Meskipun mereka begitu arogansinya, namun sejauh ini rakyat Eropa tidak pernah berhasil memperoleh 15 persen dari total suara.
Yang jelas kecaman keras dan tajam terhadap Islam itu mengalir seperti darah di pembuluh darah para elit Eropa. Sehingga mereka tidak peduli berapa banyak bintang sepakbola Muslim yang berkontribusi pada kesuksesan tim nasional. Namun, yang jelas adalah bahwa Islam dan kaum Muslim akan selalu menjadi orang asing dan asing di mata mereka (kantor berita HT, 12/7/2018).