Aborsi di Amerika

 Aborsi di Amerika

Sekali lagi, hak-hak untuk melakukan aborsi di AS sedang diperdebatkan dan kali ini berpusat di Texas yang telah mengajukan undang-undang yang akan menghentikan kaum wanita melakukan aborsi setelah 6 minggu. Selain batas waktu tersebut, aspek kontroversial lain dari undang-undang ini adalah diperbolehkannya warga negara, sesuatu yang bertentangan dengan pendapat para pejabat negara, untuk mengajukan perkara terhadap orang-orang yang melakukan aborsi. Orang-orang ini telah berdebat, dan hal ini pada dasarnya adalah “menciptakan bentuk main hakim sendiri dalam mencari keadilan di mana siapa pun dapat mengajukan perkara terhadap pihak penyedia aborsi yang dicurigai melanggar larangan.” (Sumber: Washington Post).

Mahkamah Agung AS tidak membatalkan undang-undang tersebut. Hal ini telah menyebabkan diskusi tentang hak aborsi di seluruh Amerika, dan apakah undang-undang Texas itu berarti bahwa “ada suara mayoritas yang berjalan di persidangan yang siap untuk membatalkan keputusan Roe V Wade.” (Sumber: BBC)

Roe V Wade adalah keputusan Mahkamah Agung AS yang berlaku sejak tahun 1973, yang membatalkan undang-undang Texas yang mengkriminalisasi aborsi dan mengakui hak-hak kaum Wanita untuk mengakhiri kehamilan. (Sumber: Dallas News). Pengadilan memutuskan bahwa Konstitusi AS melindungi kebebasan kaum wanita untuk memilih melakukan aborsi dan, akibatnya memungkinkan mereka untuk “memiliki hak konstitusional yang tidak terbatas atas prosedur tersebut selama trimester pertama (12 minggu) kehamilan mereka.” (Sumber: BBC). Pengadilan kadang-kadang melemahkan pihak yang benar secara moral, dengan menegakkan undang-undang pemberitahuan terhadap pasangan dan orang tua dan memungkinkan peraturan yang lebih besar dari pihak penyedia aborsi, tetapi pada umumnya preseden ini dapat bertahan. (Sumber: BBC).

Menanggapi penolakan Mahkamah Agung untuk membatalkan undang-undang Texas, DPR dari partai Demokrat mengajukan RUU yang mengabadikan hak untuk melakukan aborsi dan mengkodifikasikan perlindungan terhadap Roe V. Wade. RUU ini “akan memberikan pasien hak untuk melakukan aborsi tanpa tes atau prosedur medis yang tidak perlu – yang umumnya dipahami termasuk tes ultrasound, konseling atau wajibnya masa tunggu.” RUU itu juga akan “melarang negara bagian memaksakan kunjungan klinik langsung sebelum melakukan aborsi, yang sering disebut sebagai persyaratan “dua perjalanan”. RUU tersebut juga akan melarang negara-negara bagian untuk melarang aborsi apapun sebelum adanya kelangsungan hidup sang janin dan melarang larangan aborsi setelah kelangsungan hidup sang janin jika, dalam penilaian itikad baik oleh penyedia layanan kesehatan, melanjutkan kehamilan akan menimbulkan risiko bagi kehidupan pasien ibu hamil atau bagi kesehatannya.” (Sumber: CNBC)

Penghitungan terakhir di DPR adalah 218 berbanding 211: Secara harfiah tidak ada anggota Partai Republik yang memilihnya, dan RUU itu disetujui dengan dukungan semua anggota DPR kecuali dari Partai Demokrat. (Sumber: MSNBC). Namun saat melewati lolos dari DPR bukan berarti RUU itu akan menjadi UU. Seperti yang diperkirakan RUU tersebut akan “menghadapi tentangan tajam dari Senat partai Republik dan diperkirakan tidak lolos untuk lolos dari majelis.” (Sumber: CNBC)

Jika benar-benar berlaku, undang-undang itu akan menjadikan AS “salah satu dari sedikit negara di dunia — bersama dengan China dan Korea Utara — yang mengizinkan aborsi elektif sampai kelahiran,” dan akibatnya, hal itu akan menghapus semua perlindungan yang mendukung kehidupan bagi bayi yang belum lahir. (Sumber: Dallas News)

Jumlah pelaku aborsi di AS sangat tinggi. Menurut laporan PBB tahun 2013, hanya ada 9 negara yang melaporkan tingkat aborsi lebih tinggi daripada Amerika Serikat: Bulgaria, Kuba, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Rumania, Rusia, Swedia, dan Ukraina.

Setiap tahun, hampir setengah dari semua kehamilan di antara wanita Amerika adalah tidak diinginkan. Sekitar setengah dari kehamilan yang tidak direncanakan ini, yakni 1,3 juta setiap tahun, diakhiri dengan aborsi. (Sumber : National Abortion Federation)

– Sebagian besar wanita yang melakukan aborsi (83%) belum menikah; 67% belum pernah menikah

-16% hidup berpisah, bercerai, atau menjanda. (Sumber : National Abortion Federation)

– Wanita yang tinggal dengan pasangan yang bukan suaminya bertanggung jawab atas 25% kasus aborsi (Sumber : Abort).

– Wanita yang sudah menikah secara signifikan lebih kecil kemungkinannya dibandingkan dengan wanita yang belum menikah untuk menyelesaikan kehamilan yang tidak diinginkan itu dengan aborsi. Pada tahun 2018, 4% kehamilan di kalangan wanita menikah berakhir dengan aborsi (Sumber : Abort).

Menurut data, sekitar 88% aborsi terjadi pada trimester pertama kehamilan. Dan lebih dari setengah dari semua kasus aborsi dilakukan dalam 8 minggu pertama. (Sumber : National Abortion Federation)

Argumen saat ini adalah bahwa undang-undang di Texas itu menghilangkan hak konstitusional kaum wanita untuk melakukan aborsi, yang sangat merugikan mereka dalam kasus-kasus seperti pemerkosaan. Tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa jumlah kehamilan akibat pemerkosaan sangat minim. Begitu juga dengan banyaknya aborsi yang diakibatkan oleh masalah medis. Secara total, wanita yang mengalami kehamilan melalui serangan seksual dan masalah medis hanyalah 7,5%. Sisa dari kasus aborsi itu adalah hasil dari ide-ide Barat tentang individualisme dan kebebasan, atau kegagalan Barat untuk menyediakan keamanan finansial dan dukungan emosional dan keluarga bagi masyarakat.

Aborsi 11

Argumentasi yang diajukan oleh para pendukung aborsi adalah bahwa hak untuk melakukan aborsi adalah hak asasi manusia yang mendasar. “Ini adalah tentang kebebasan. Tentang kebebasan kaum Wanita untuk memiliki pilihan tentang ukuran dan waktu bagi keluarga keluarga mereka, bukan urusan orang-orang di Mahkamah Agung atau para anggota Kongres,” kata Jubir DPR. (Sumber : CNBC)

Argumen mereka adalah bahwa “hukum hak asasi manusia dengan jelas menyatakan bahwa membuat keputusan mengenai tubuh Anda adalah milik Anda sendiri – inilah yang dikenal sebagai otonomi tubuh. Memaksa seseorang untuk melakukan kehamilan yang tidak diinginkan, atau memaksa mereka untuk melakukan aborsi yang tidak aman, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi mereka, termasuk hak atas privasi dan otonomi tubuh mereka.” (Amnesti internasional)

Sisi lain dari argumen ini adalah bahwa melindungi hak aborsi untuk seorang ibu adalah menghilangkan hak dari anak yang belum lahir. Anak yang belum lahir tidak dapat melindungi dirinya sendiri, dan oleh karena itu mengharuskan negara untuk melakukan campur tangan dan mengeluarkan undang-undang untuk memastikan hak asasi manusia ini juga diterapkan pada sang janin.

Tetapi jika tujuannya adalah untuk melindungi anak, maka undang-undang saja tidak akan menjamin bahwa bukti menunjukkan bahwa pelarangan aborsi tidak menguranginya. Di AS sebelum adanya Roe v. Wade, diperkirakan 1,2 juta wanita AS melakukan aborsi ilegal setiap tahun. (Sumber : NBC news) “Data historis dan kontemporer menunjukkan bahwa saat aborsi adalah ilegal atau sangat dibatasi, kaum wanita menggunakan cara yang tidak aman untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan… Saat ini, sekitar 21 juta wanita di seluruh dunia melakukan aborsi ilegal yang tidak aman setiap tahun.”

Antara tahun 2006 hingga 2015, tingkat aborsi di Amerika menurun 26%. Alasan terbesar atas penurunan tersebut bukanlah undang-undang aborsi yang lebih ketat – namun ini adalah akibat dari kontrasepsi yang lebih baik. (Sumber : Vox)

“Ketika alat kontrasepsi tidak tersedia, wanita menggunakan aborsi, bahkan jika hal itu tidak disetujui secara hukum dan bahkan jika hal itu menempatkan mereka pada risiko fisik yang besar,” Diana Greene Foster, seorang profesor di University of California San Francisco yang mempelajari aborsi, mengatakan kepada Kliff pada tahun 2016. “Ketika kontrasepsi lebih banyak tersedia, penggunaan aborsi menurun.”

Tetapi sementara tingkat aborsi menurun, prosedurnya masih tetap biasa. Hal ini karena masyarakat sekuler mendorong hubungan di antara individu yang belum menikah dan kehamilan seringkali merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan. Sementara kontrasepsi dapat mengarah pada pencegahan, gaya hidup yang didorong melakukan hal tersebut sering menyebabkan kontrasepsi tidak digunakan atau gagal, dan aborsi telah menjadi alternatif yang diterima; terlepas dari dampaknya terhadap individu atau masyarakat secara keseluruhan.

Jadi, mengapa pemerintah mempermasalahkan hal ini?

Menariknya, CNBC melaporkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Kesehatan Wanita “dapat memberikan alasan kepada Partai Demokrat di paruh waktu 2022 dan poin pembicaraan yang kuat bagi para pemilih yang memandang keputusan Mahkamah Agung baru-baru ini mengikis hak yang diyakini banyak orang sebagai undang-undang yang telah mapan.”

Jadi, apakah ini tentang hak dan kebebasan individu, atau tentang kepastian bahwa partai-partai mendapatkan suara yang mereka butuhkan di paruh waktu tersebut?

Poin ini lebih lanjut dibuktikan oleh fakta bahwa perpecahan mengenai hak aborsi sangat partisan, dengan sekitar setengahnya — yakni 53 persen — orang yang mengatakan mereka kaum Republikan ingin melihat Roe v. Wade dibatalkan, sementara 81 persen Demokrat dan 73 persen independen menginginkan UU itu tetang ada. (Sumber : NBCnews)

Situasinya adalah kesalahan hukum buatan manusia

Keseimbangan antara hak individu dan campur tangan Negara adalah salah satu yang terus memecah belah masyarakat sekuler, dan merupakan indikasi yang jelas bagi kita bahwa memberikan kedaulatan kepada hukum buatan manusia bukanlah solusi untuk masalah manusia.

Hukum buatan manusia adalah cacat; kemajuan ilmu pengetahuan, perubahan ide, pandangan orang beradaptasi tergantung pada manfaat dan keadaan. Jadi, diskusi seputar ide aborsi semuanya adalah cacat – kecuali jika kita merujuk pada Islam dan apa yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta kita.

Pada sebuah Daulah Islam, tidak akan ada perdebatan dan konflik antara hak sang janin dan hak sang ibu. Hak diberikan oleh Islam, dan tidak dapat dicabut karena perubahan praktik budaya atau kemaslahatan masyarakat.

Hukum Islam mengatur hak-hak janin; begitu nyawa bayi dihembuskan ke dalam dirinya pada usia 40 hari, aborsi adalah ilegal, kecuali jika terdapat keadaan darurat yang mengancam nyawa sang ibu (yang diverifikasi oleh seorang dokter Muslim). Setelah periode ini, janin diberikan hak di bawah hukum Islam dan memiliki uang darah yang dianggap berasal dari hidupnya dalam hukum peradilan Islam.

Semua argumen lain, yang dibuat dalam sistem sekuler saat ini, adalah akibat dari kelemahan dalam keyakinan dan masyarakat mereka. Alih-alih berfokus hal ini sebagai masalah individu, harus dipahami bahwa tindakan individu berdampak pada masyarakat, dan masalah aborsi harus dianalisa sebagai masalah sosial. Sistem Islam mengatur hubungan antara kaum laki-laki dan wanita dan kehamilan terjadi dalam sebuah lembaga perkawinan, sehingga memastikan anak memiliki kesatuan yang stabil untuk melindungi dan mengasuhnya.

Diriwayatkan oleh An-Nu’man bin Bashir: Nabi (Saw) bersabda,

«مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا»

“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari)

Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh Fatima Musab
Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *