Siyasah Institute: Pembentukan Danantara Mencemaskan

Mediaumat.info – Pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dengan total aset awal sekitar 600 miliar dollar AS atau setara Rp 9.504 triliun dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mencemaskan.
“BPI Danantara berpotensi menjadi salah satu sovereign wealth fund (SWF) terbesar di dunia. Namun pembentukan lembaga superholding BUMN ini juga mencemaskan,” tuturnya kepada media-umat.info, Senin (24/2/2025)
Menurutnya, ada dua faktor penyebab sehingga dikatakan mencemaskan. Pertama, pembentukan Danantara berisiko melemahkan kewenangan penegak hukum seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan KPK.
“Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dipangkas. Tertuang dalam Pasal 71 ayat 1 bahwa pemeriksaan keuangan tahunan perseroan dilakukan oleh akuntan publik yang penetapannya melalui mekanisme rapat umum pemegang saham alias RUPS,” terangnya.
Dalam beleid yang baru, lanjut Iwan, BPK hanya diberikan kewenangan untuk melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu alias PDTT, itu pun harus berdasarkan permintaan DPR. Pemeriksaan PDTT adalah pemeriksaan yang ditujukan khusus diluar pemeriksaan keuangan reguler.
Kedua, berdasarkan draf RUU BUMN termaktub dalam Pasal 3Y yang mengatur bahwa Menteri BUMN, Dewan Pengawas, Badan Pelaksana, dan pegawai BPI Danantara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian apabila dapat membuktikan empat poin. Yakni bukan karena kelalaian, telah melakukan itikad baik dan kehati-hatian, tidak memiliki benturan kepentingan, terakhir tidak memperoleh kepentingan pribadi secara sah.
“Ketentuan-ketentuan di atas menjadi multitafsir dan seperti pasal karet. Berpotensi menghindarkan para pejabat Danantara lepas dari tanggung jawab dan jerat hukum meski telah menimbulkan kerugian,” tegasnya.
Apalagi dalam RUU BUMN juga tercantum bila kerugian BUMN bukan kerugian negara. Penjelasan atas pasal 4B revisi Undang-Undang BUMN menegaskan, “Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugian yang dialami oleh BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara.” Menurut Iwan, ini berpotensi menjadikan pengelolaan Danantara ugal-ugalan.
Ketiga, berdasarkan rekam jejak, Indonesia masih punya catatan buruk soal clean government dan pengelolaan BUMN.
“Ada skandal Jiwasraya dan Asabri yang kerugiannya mencapai puluhan triliun rupiah. Belum lagi kasus korupsi di Pertamina, Garuda, Waskita, dll. Jangan lupa juga skandal BLBI yang jadi kasus penyelewengan terbesar dalam sejarah dengan total kerugian negara lebih dari 100 triliun rupiah,” tandasnya.[] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat