Danantara dan Bank Emas Beresiko Tinggi Krisis Keuangan

 Danantara dan Bank Emas Beresiko Tinggi Krisis Keuangan

Mediaumat.info – Pengamat Ekonomi Indra Fajar Hamzah Ph.D. menyatakan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan Bank Emas yang baru didirikan pemerintah berisiko tinggi menciptkan krisis keuangan.

“Risiko dari Danantara dan bullion bank (Bank Emas) ini juga high risk (berisiko tinggi) gitu ya,” ujarnya dalam Special Interview: Ada Apa dengan Danantara dan Bank Emas? di kanal YouTube Rayah TV, Jumat (7/3/2025).

Menurut Indra, banyak penelitian terkait sovereign wealth fund (SWF) yakni lembaga yang mirip dengan Danantara, ternyata ada hubungan yang sangat dekat dengan krisis keuangan. Hal itu disebabkan investasinya lebih banyak dilakukan di sektor nonriil.

Kemudian terkait Bank Emas, Indra mengatakan selama sistemnya masih perbankan tentu masih mengandalkan yang namanya fractional reserve banking (FRB) yakni sistem perbankan yang mewajibkan bank untuk hanya menyimpan sebagian dari uang nasabah sebagai cadangan. Sisanya dapat digunakan untuk memberikan pinjaman dan investasi. Dan FRB ini adalah salah satu biang keladi krisis keuangan.

Ia melihat, skema Danantara dan Bank Emas ini jelas dua-duanya itu menyasar sektor ekonomi nonriil. Sedangkan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini adalah distribusi ekonomi. Terutama distribusi dari barang kepemilikan umum seperti hasil tambang. Sebagai contoh hasil audit korupsi untuk beberapa tambang saja bisa sampai ratusan triliun. Kalau itu terdistribusikan secara rata di masyarakat tentu akan bisa mengeluarkan masyarakat dari masalah ekonomi.

Kemudian Indra menilai, Bank Emas ini justru dijadikan komodi untuk jualan, karena Bank Emas tersebut dibolehkan untuk menjual dan trading emas. Selain itu emas yang ada di Bank Emas akan dijadikan aset finansial. Sehingga dengan adanya FRB, Bank Emas cukup menegeluarkan e-paper gold ataupun syntetic paper kepada para pembeli emas. Jadi ibaratnya mengeluarkan kertas yang isinya tentang bukti kepemilikan emas.

“Nah, ini kan penggelembungan aset yang justru tidak menyasar sektor ekonomi yang riil di masyarakat gitu, karena di masyarakat itu membutuhkan lapangan kerja hari ini. Masalah ekonomi terberat kita adalah membutuhkan lapangan kerja padahal sektor ekonomi nonriil ini justru menjauhkan kita dari penyediaan lapangan kerja,” pungkas Indra.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *