Inilah Alasan Opisisi Merapat ke Pemerintahan
Mediaumat.info – Terkait adanya berbagai manuver partai politik (parpol) yang seharusnya menjadi oposisi malah mulai merapat ke pemerintahan adalah karena dinamika politik di negeri ini masih pragmatis.
“Kenapa itu bisa terjadi? Karena dinamika-dinamika politik kita saat ini masih pragmatis dan kita itu memang belum siap untuk menjadikan negara ini, demokrasi yang benar-benar konsekuen dan juga dapat pertanggungjawabkan,” ujar Advokat Aziz Yanuar pada rubrik Diologika: Konsolidasi Koalisi, Politik Daging Sapi Harga Mati? di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Sabtu (27/4/2024).
Adapun parpol-parpol saat ini masih pragmatis alasannya adalah terkait dengan syahwat kekuasaan yang sulit dibendung.
“Selama ini dua periode sepengetahuan saya hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini konsisten tapi konsistennya kita tidak tahu saat ini, apakah masih tahan atau tidak,” bebernya.
Aziz juga melanjutkan, karenanya kekuasaan itu menarik dan menggiurkan. “Jadi orang berpikiran jika sudah punya uang dan belum memiliki kekuasaan itu seperti tidak etis,” ungkapnya.
Alasan kedua, lanjutnya, kontestasi politik saat ini butuh anggaran besar. Dengan anggaran yang besar parpol tersebut mudah untuk dimanfaatkan celahnya untuk ikut koalisi atau mencari dana tambahan dan celah-celah tersebut sengaja dibentuk untuk itu.
“Sumber daya itu lebih bisa dimaksimalkan baik dari sisi materi maupun dari sisi pengaruh atau kekuasaan. Maksudnya, dari sisi kebijakan seperti strategi pembangunan itu bisa diatur. Sehingga, anggaran-anggaran negara itu dirampok dengan besar-besaran untuk kepentingan politik tadi, dan juga kepentingan perut mereka masing-masing, dan keluarga serta kroni-kroninya,” ungkapnya.
Alasan ketiga, bebernya, tidak tahan terhadap tekanan. Di dalam demokrasi itu kepala negara tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan.
“Kalau dia (kepala negara) bener-bener menyalahgunakan kekuasaan, misalnya, dikit-dikit mengeluarkan perpres. Dulu waktu zaman Orde Baru aja itu susah sekali kan? Itu bener strategis dan tidak ada celah. Kalau sekarang kan? Banyak, tidak bisa masuk ini ya keluarkan perpres. Jangankan itu yang kemarin pencalonan Gibran aja itu penuh kontroversi,” tuturnya.
Artinya, kata Aziz, nabrak-nabrak ini sudah biasa dan masyarakat tidak ambil pusing. “Secara umum artinya gerakan mobokrasi mulai membahayakan, mobokrasi itu gerakan konstitusional itu dikendalikan oleh massa,” bebernya.
Jadi lanjutnya massa dikendalikan oleh opini publik dan juga kekuasaan yang digenggam.
“Kemudian selanjutnya kalau presiden atau kepala negara sudah terang-terangan berani menyalahgunakan kekuasaan, artinya, dia (kepala negara) sudah terang-terangan berani menyalahgunakan kekuasaan. Artinya, dia sudah memahamkan cara efektif main di labirin politik. Dia tahu cara menang menaklukkan lawan-lawan politik, tahu cara menyiasati celah-celah hukum, tahu memanfaatkan kelemahan-kelemahan di masyarakat,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat