APBD Bojonegoro Tinggi tapi Kemiskinan Tinggi, Pengamat: Miris!

 APBD Bojonegoro Tinggi tapi Kemiskinan Tinggi, Pengamat: Miris!

Mediaumat.id – APBD 2023 Bojonegoro yang berada di peringkat kedua tertinggi di Indonesia, namun angka kemiskinannya menempati peringkat tertinggi ke-11 di Jawa Timur, dinilai miris.

“Sebagai kepala daerah mestinya pikiran pertama yang harus dilakukan langsung mengorelasikan dengan kemiskinan yang miris. Kesejahteraan umum yang menjadi amanat UUD 45 apakah sudah terepresentasi?” ungkap Pengamat Pemerintahan Tursilowanto H., S.IP., M.M., CRBC dalam Perspektif PKAD: Bojonegoro, Hibah Vertikal Politis, Angka Kemiskinan Miris? melalui kanal You Tube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (30/5/2023).

Menurutnya, baik Indek Pembangunan Manusia (IPM) maupun gini rasio di Bojonegoro jika dibanding dengan daerah lain masih menjadi sesuatu yang krusial.

“Persentase kemiskinannya, masih sekitar 12,21 persen, sebanyak 40 persen dari angka tersebut adalah petani yang bekerja di ladang,” ungkapnya.

Di Bojonegoro, lanjutnya, daerah dekat hutan mulai Sumberejo, Kedung Adem, Kepohbaru, Sugihwaras memproduksi tembakau yang seharusnya menyejahterakan. “Tapi setiap kali panen pasti ada petani yang bunuh diri. Setelah didalami ternyata para petani itu baik petani tembakau atau petani padi mereka terjebak sistem pengijon,” ungkapnya.

Bagaimanapun, lanjutnya, para petani akan sulit meningkatkan kesejahteraan karena sudah tidak memiliki hasil panen. Yang meraup keuntungan besar bukan petani tapi para tengkulak atau pengijon.

BUMD

Untuk keluar dari masalah kemiskinan, Tursilowanto memberikan solusi yaitu hasil produksi pertanian jangan sampai dibeli oleh tengkulak. Pemda harus berani mengambil langkah dengan mendirikan badan usaha milik daerah (BUMD) yang bertugas mengolah gabah agar memiliki standar dan kualitas tertentu sehingga begitu kerjasama dengan Bulog ukurannya sudah terpenuhi.

“Untuk petani tembakau harus ada inovasi agar mereka semangat bertani,” imbuhnya.

Selain itu, ucapnya, agar potensi air yang ada di Bojonegoro bisa optimal dimanfaatkan warga seharusnya membangun sungai.

“Waktu akhir pendudukan Belanda, Ratu Wilhelmina akan membangun Sungai Bengawan Solo Kembar di wilayah selatan khususnya selatan rel kereta api. Tanahnya sudah siap, seharusnya tanah itu dikembalikan kepada fungsinya (untuk sungai) jangan malah dibuat jalan tol yang akhirnya dimiliki swasta. Ini kalau betul-betul ingin makmur!” bebernya.

Tursilawanto menegaskan, dibutuhkan orang-orang yang berpikir out of the box yang bisa mendiagnosa masalah. Masyarakat harus teredukasi agar jangan sampai di tahun politik terjebak dengan berfikir NPWP (nomer piro wani piro [nomor berapa berani berapa]).

“Jangan sampai dikasih uang 100 ribu tapi selama lima tahun menderita lahir batin,” tandasnya.

Di samping itu, sambungnya, diagnosa perencanaan pembangunan yang dimasukkan APBD harus serius. “Tidak harus semua sektor maju bareng, tetapi fokus analisis komprehensif kebutuhan wilayah di sektor tertentu, ibarat obat yang dikeluarkan dokter, mujarab,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *