Peduli Muslim Uighur, Umat Islam di Kalsel Serukan Penegakan Khilafah
Di bulan yang sama seperti tahun lalu, aksi serupa kembali digelar umat Islam di Banjarmasin Kalimantan Selatan, Senin (23/12/19), untuk menyerukan kepedulian kepada muslim Uighur, di Xinjiang China, yang akhir belakangan ini kembali mencuat.
Aksi damai dimulai dari Jalan Merdeka, diikuti ratusan peserta, bahkan terlihat ada beberapa anak yang ikut bersama orangtuanya.
Meski hujan lebat mendera, semuanya tetap bergeming, melanjutkan perjalanan sekitar satu kilo meter.
Lengkap dengan poster dan spanduk, mereka mengajak masyarakat Kalsel, untuk bersama memberikan perhatian, atas kondisi kaum muslimin di salah satu provinsi terbesar di China yang dulunya terkenal sebagai Turkistan Timur, tatkala menjadi bagian dari kekhilafahan Turki Utsmani.
Karena dari berbagai laporan internasional dan kesaksian aktivis Uighur yang eksodus dari Xinjiang, keadaan mereka mengalami tekanan, dan bahkan jutaan yang dipaksa masuk kamp tahanan, dengan dalih reedukasi.
Upaya penyembunyian fakta oleh Pemerintah China komunis tersebut, dibantah keras salah seorang Uighur, yang ada di Mesir.
Ia adalah Abu Taliyah, yang mengirimkan pesan langsung lewat tokoh mubalig di Banjarmasin Hidayatul Akbar.
“Lihat ini, pesan dari umat Islam Uighur. Mereka meminta pertolongan kepada kita, umat Islam”, teriak Hidayatul Akbar, sambil memperlihatkan karton bertulisan tangan, yang basah kena air hujan.
Tulisan tersebut ia tunjukkan kepada para peserta aksi damai, saat orasinya di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat.
Tulisan berbahasa Uighur ini berhurufkan Arab, ditambah satu lagi bertuliskan bahasa Inggris “OUR MUSLIM BROTHER AND SISTER !!! PLEASE SAVE US FROM THE PERSECUTION OF CHINA !!!” yang ditulis Abu Taliyah.
Hidayatul Akbar dalam orasinya menjelaskan, bahwa ia bertemu langsung dengan Abu Taliyah, saat jamuan buka puasa, Ramadan lalu di Mesir.
“Kami dulunya berjumlah 6.000 orang di Mesir, setelah adanya penangkapan, jumlah kami kini tinggal tersisa puluhan orang,” urai Hidayatul Akbar, saat menceritakan kembali kesaksian seorang mahasiswa Uighur yang ia temui di Mesir.
Para pelajar dan mahasiswa Uighur di Mesir, dipaksa kembali ke Tiongkok, yang berakhir dengan dijebloskannya mereka di kamp reedukasi disana, yang memaksa mereka menanggalkan keyakinan terhadap Islam.
“Ulama Uighur dibunuh, dan siapa saja yang mendownload aplikasi Al Quran ditangkap,” ungkap Hidayatul Akbar.
Prihatin dengan keadaan ini, Hidayatul Akbar menghimbau seluruh umat Islam, untuk terus berdoa, kemudian menyampaikan di media sosial, agar seluruh kaum Muslimin bersatu, dalam naungan khilafah ala minhajin nubuwwah (sesuai metode kenabian).
Berharap kepada PBB, Dewan Keamanan PBB, ataupun negara-negara OKI, yang Indonesia menjadi salah satunya anggotanya adalah harapan yang sia-sia menurut mubalig yang membawa serta anaknya Amin, berusia 7 tahun, yang dengan semangat bersama orator yang lain di mobil komando menyerukan kalimat tauhid dan seruan khilafah sebagai janji Allah.
“Jangan takut menyerukan persatuan umat Islam, dalam bingkai daulah khilafah, karena hanya dengan inilah kemuliaan kaum Muslimin akan terjaga,” tegas Hidayatul Akbar, yang terlihat geram dalam orasinya.
Sementara Ustadz Mustafa Habibi, salah satu orator yang tampil, mengingatkan akan persaudaraan muslim dan wajibnya peduli dengan persoalan kaum muslimin. Menurutnya pemerintah Indonesia seharusnya mengambil sikap tegas dengan memutuskan kerjasama dengan pemerintah China, jika mereka tidak menghentikan kekejaman terhadap muslim Uighur.
Turut hadir memberikan orasi Ustadz Agus Riyadi, aktivis pemuda dari Banjarbaru, dan Guru Abdul Hafiz, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Inqilabi Martapura, yang membacakan doa di penghujung aksi[]