Zakat Orang-orang yang Berserikat dalam Domba

 Zakat Orang-orang yang Berserikat dalam Domba

Soal:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Saya perhatikan di dalam Jawab Soal Amir -hafizhahullah- tentang Zakat Uang Yang Dimiliki Secara Berserikat berbeda dengan apa yang dinyatakan di buku al-Amwâl tentang zakat orang-orang yang berserikat dalam domba. Karena dinyatakan di buku al-Amwâl sebagai berikut:

Hukum Perserikatan dalam Domba

Perserikatan atau percampuran dalam domba yang digembalakan membuat harta dua orang yang berserikat atau bercampur itu seperti harta satu orang dalam zakat, baik apakah itu merupakan percampuran fisik (khulthah ‘ayn), yaitu hewan ternak itu dimiliki bersama oleh keduanya, masing-masing memiliki bagian yang tidak tertentu (tidak spesifik), misalnya keduanya mewarisi bersama nishab tertentu atau keduanya membelinya secara berserikat atau keduanya diberi hibah secara bersama, maka domba itu dipertahankan pada kondisinya tanpa dipisahkan dan tanpa dibagi, baik apakah itu percampuran fisik (khulthah ‘ayn), ataukah percampuran sifat (khulthah awshâf). Percampuran sifat yaitu harta milik masing-masingnya sudah tertentu (spesifik) lalu keduanya mencampurkannya dan berserikat -baik porsinya sama atau tidak sama- dalam penggembala, tempat penggembalaan, hewan pejantan, dan tempat minum. Domba percampuran atau perserikatan, berapapun jumlah orang yang berserikat atau bercampur, dan bagaimanapun bagian masing-masing mereka, ketika pengambilan zakat darinya, domba itu dinilai seolah domba milik satu orang, dihitung dengan satu penghitungan zakat, dan dipertahankan dalam keadaannya tanpa dipisahkan atau dikumpulkan. Jika jumlahnya mencapai 40 ekor maka diambil darinya satu ekor domba betina dewasa sebagai zakat. Jika mencapai jumlah 121 ekor, darinya diambil dua ekor domba betina dewasa. Jika mencapai 201 ekor, darinya diambil tiga ekor domba betina dewasa. Jika jumlahnya mencapai 400 ekor, darinya diambil empat ekor domba betina dewasa. Domba yang diambil pemungut zakat sebagai pembayaran zakat itu dibagi terhadap mereka yang berserikat atau bercampur sesuai porsi kepemilikan mereka dalam domba itu. Yang lebih sedikit dari mereka merujuk kepada yang lebih banyak bagiannya sesuai sabda Rasul saw:

«وَمَا كَانَ مِنْ خَلِيْطَيْنِ فَإِنَّهُمَا يَتَرَاجَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ» رواه أبو داود

“Domba yang berasal dari dua orang yang bercampur maka keduanya saling merujuk di antara keduanya secara sama” (HR Abu Dawud).

Apakah catatan saya pada tempatnya, ataukah di situ ada perkara lain yang tidak saya pahami?

Dengan makna lain, apakah apa yang dinyatakan di buku al-Amwâl tentang hukum orang-orang yang berserikat pada domba itu terbatas hanya pada zakat hewan ternak saja tanpa berlaku pada jenis-jenis zakat lainnya? Sebab sebelumnya saya memahami seolah perkara itu berkaitan dengan sifat perserikatan dan percampuran yang terjadi pada syirkah dan bukan berkaitan dengan domba saja.

Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda dan menjaga Anda dengan penjagaan-Nya dan melindungi Anda insya’a Allah dan semoga Allah menghimpunkan Anda dan kita semua dalam waktu dekat di Dar Khilafah Rasyidah.

 

Saudaramu Baher Saleh, 17 Agustus 2020

 

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Anda maksudkan adalah Jawab Soal yang kami publikasikan pada 19 Dzul Hijjah 1441 H – 9 Agustus 2020 M dengan judul “Zakat Uang Yang Dimiliki Secara Berserikat –Zakât an-Nuqûd al-Musytarakah-”. Dan isinya bahwa perserikatan dalam uang tidak berpengaruh pada zakat, tetapi masing-masing orang yang berserikat itu menzakati dirinya sendiri jika hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satu haul sesuai hukum-hukum syara’ yang berkaitan … Anda mengutip dari buku al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah yang isinya bahwa perserikatan dan percampuran dalam domba memiliki pengaruh dalam zakat domba. Anda bertanya jika hukum ini juga mencakup uang berbeda dengan apa yang ada dalam jawaban kami dalam Jawab Soal tersebut ataukah itu bersifat khusus dengan domba atau hewan ternak …

Jawabannya adalah sebagai berikut:

1- Hukum asal dalam zakat bahwa zakat itu merupakan ibadah fardiyah (individual) berkaitan dengan harta individu. Hal itu karena dalil-dalil zakat datang diarahkan kepada pemilik harta jika harta telah mencapai nishab dan atasnya telah berlalu satu haul. Artinya, hukum zakat berkaitan dengan harta individu saja dan tidak berkaitan dengan harta orang lain. Di antara dalil-dalil itu adalah:

– Dinyatakan di dalam hadits yang panjang yang dikeluarkan oleh Muslim dari Zaid bin Aslam bahwa Abu Shalih Dzakwan telah memberitahunya bahwa dia mendengar Abu Hurairah ra berkata: “Rasulullah saw bersabda:

«مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ، لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا، إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ…

قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالْإِبِلُ؟ قَالَ: وَلَا صَاحِبُ إِبِلٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا وَمِنْ حَقِّهَا حَلَبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ أَوْفَرَ مَا كَانَتْ لَا يَفْقِدُ مِنْهَا فَصِيلاً وَاحِداً تَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا كُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ أُولَاهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا…

قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالْبَقَرُ وَالْغَنَمُ؟ قَالَ: وَلَا صَاحِبُ بَقَرٍ وَلَا غَنَمٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ لَا يَفْقِدُ مِنْهَا شَيْئاً لَيْسَ فِيهَا عَقْصَاءُ وَلَا جَلْحَاءُ وَلَا عَضْبَاءُ تَنْطَحُهُ بِقُرُونِهَا وَتَطَؤُهُ بِأَظْلَافِهَا كُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ أُولَاهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا…»

Tidak ada pemilik emas dan tidak pula perak, dia tidak menunaikan haknya, kecuali pada hari Kiamat, dia dibelenggu dengan belenggu api, maka dia dibakar di neraka Jahannam ….”.

Dikatakan: ya Rasulullah unta? Beliau bersabda; “tidak pula pemilik unta yang dia tidak menunaikan haknya, dan di antara haknya unta itu diperah susunya pada hari pemberian minumnya kecuali pada hari Kiamat dia ditelentangkan di tanah luas dan dia diinjik-injak oleh unta mulai yang paling kuat dan tidak luput seekor pun anak unta, menginjaknya dengan kakinya dan menggigitnya dengan giginya, setiap kali yang pertama berlalu diikuti yang lainnya …

Dikatakan: “ya Rasulullah, sapi dan domba?” Beliau bersabda; “tidak pula pemilik sapi dan tidak pula pemilik domba, dia tidak menunaikan haknya kecuali pada hari Kiamat dia ditelentangkan di tanah lapang yang luas, dia diinjak oleh sapi dan domba mulai yang paling kuat, menginjaknya dengan kakinya dan menggigitnya, setiap kali yang pertama berlalu dikembalikan lagi yang lainnya …”.

 

– Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Ibnu Abbas ra: bahwa Rasulullah saw mengutus Mu’adz ra. ke Yaman, beliau bersabda:

«…فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ»

“… beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT memfardhukan terhadap mereka shadaqah pada harta mereka, diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka”.

 

– Dari Ali bin Abiy Thalib ra dari Nabi saw, beliau bersabda:

«… فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ – يَعْنِي فِي الذَّهَبِ – حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَاراً فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَاراً وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ» رواه أبو داود

“… maka jika telah mencapai 200 dirham dan telah berlalu atasnya satu haul maka di dalamnya ada zakat lima dirham dan tidak ada kewajiban terhadapmu -yakni dalam emas- sedikit pun sampai engkau memiliki 20 dinar, jika telah mencapai 20 dinar dan telah berlalu atasnya satu haul maka di dalamnya ada zakat setengah dinar” (HR Abu Dawud).

Jelas dari lafal-lafal yang digunakan di dalam hadits-hadits yang mulia ini bahwa hukum zakat itu berkaitan dengan harta individu dan bukan berkaitan dengan harta secara mutlak. Artinya, itu berkaitan dengan harta yang dimiliki oleh individu sendiri tidak berkaitan dengan apa yang dimiliki oleh orang lainnya:

«مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ وَلَا صَاحِبُ إِبِلٍ وَلَا صَاحِبُ بَقَرٍ وَلَا غَنَمٍ…»، «…فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ»، «… فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَاراً فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَاراً…»

“tidak ada pemilik emas dan tidak pula pemilik perak … dan tidak pula pemilik unta … dan tidak pula pemilik sapi dan tidak pula domba”. “ … beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT memfardhukan terhadap mereka shadaqah pada harta mereka diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka”, “ … jika engkau memiliki 200 dirham … dan tidak ada kewajiban sedikitpun terhadapmu yakni pada emas sampai engkau memiliki 20 dinar maka jika engkau memiliki 20 dinar …”.

Oleh karena itu, dalam penghitungan zakat harta yang dimiliki oleh anak tidak ditambahkan kepada harta yang dimiliki oleh bapak dan tidak pula sebaliknya. Tidak juga harta yang dimiliki oleh isteri ditambahkan kepada harta yang dimiliki oleh suami dan tidak pula sebaliknya … dsb. Tetapi, penghitungan harta yang dimiliki oleh individu terpisah dari apa yang dimiliki oleh orang lain. Jika dia sendiri memiliki harta yang mencapai nishab maka telah wajib di dalamnya zakat jika telah berlalu atasnya satu haul …

2- Tidak keluar dari hukum asal yang ditunjukkan di atas, sesuatu pun dari harta zakat kecuali dengan dalil yang menunjukkan pengecualiannya dari hukum asal itu. Ada dalil dari hadits Nabi saw yang mengecualikan domba dan menjadikan padanya zakat jika berserikat atau campuran dan berikutnya diperlakukan sebagai harta milik satu orang hingga andai jumlah orang yang berserikat atau bercampur itu banyak orang. Maka wajib di dalamnya zakat jika harta gabungan itu telah mencapai nishab, dan meskipun salah seorang yang berserikat atau bercampur atau semua masing-masing dari mereka secara sendiri atau dipisah tidak mencapai nishab …

Kami telah menjelaskan di buku al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah rincian hukum syara’ pada domba yang bercampur dan makna bercampur pada bab “Hukmu asy-Syurakâ` fî al-Ghanam” sebagai berikut:

[Perserikatan atau percampuran pada domba yang digembalakan membuat harta orang-orang yang berserikat atau bercampur itu seperti harta satu orang dalam zakat, baik itu percampuran harta (khulthah ‘ayn), yaitu hewan ternak itu dimiliki berserikat di antara keduanya, masing-masing dari keduanya memiliki bagian secara tidak spesifik, misalnya dua orang bersama-sama mewarisi domba yang mencapai nishab, atau membelinya secara berserikat, atau dihibahkan kepada keduanya, maka dipertahankan dengan kondisinya itu tanpa pemisahan dan pembagian, baik seperti itu (percampuran harta –khulthah ‘ayn-), atau merupakan percampuran sifat (khulthah awshâf). Yaitu harta masing-masing dari keduanya sudah spesifik lalu keduanya mencampurnya dan berserikat -baik porsinya sama dalam perserikatan itu atau tidak sama- dalam penggembala, tempat penggembalaan, hewan pejantan dan tempat minum. Domba yang diperserikatkan atau dicampur, berapapun jumlah orang yang berserikat atau bercampur, dan bagaimana pun bagian mereka, ketika pengambilan zakat darinya dihitung seolah domba milik satu orang, dihitung satu hitungan, dan kondisinya dipertahankan tanpa pemisahan atau penghimpunan. Jika telah mencapai 40 ekor, darinya diambil zakat satu ekor domba betina dewasa. Dan jika telah mencapai 121 ekor, diambil darinya dua ekor domba betina dewasa. Dan jika telah mencapai 201 ekor, diambil darinya tiga ekor domba betina dewasa. Dan jika telah mencapai 400 ekor, darinya diambil empat ekor domba betina dewasa. Zakat yang dipungut oleh pemungut zakat itu dibagi kepada orang-orang yang bersyirkah atau bercampur sesuai porsi mereka dalam domba tersebut. Yang bagiannya lebih kecil meminta (merujuk) kepada yang lebih besar sesuai sabda Rasul saw:

«وَمَا كَانَ مِنْ خَلِيْطَيْنِ فَإِنَّهُمَا يَتَرَاجَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ» رواه أبو داود

“Apa yang berasal dari dua orang yang bercampur maka keduanya saling merujuk di antara keduanya secara sama” (HR Abu Dawud).

Yang memungut zakat mempertahankan domba itu pada keadaannya, dan dihitung sebagaimana adanya, dan tidak boleh dipisah agar bisa diambil darinya lebih banyak. Hal itu misalnya, tiga orang yang berserikat atau bercampur itu memiliki 120 domba, masing-masing memiliki 40 ekor, lalu orang yang memungut shadaqah itu sengaja memisahnya untuk mengambil darinya tiga ekor domba betina dewasa, dari setiap orang yang berserikat diambil satu ekor domba betina dewasa. Tidak boleh yang demikian itu. Berdasarkan hal itu maka domba perserikatan atau percampuran itu dipertahankan pada keadaannya, dan diambil darinya satu ekor domba betina dewasa saja. Sebagaimana tidak boleh, pemilik domba memisahnya ketika orang yang memungut shadaqah datang dengan tujuan mengurangi zakatnya, atau tidak membayar zakatnya. Hal itu seperti misalnya, dua orang yang berserikat atau bercampur memiliki 201 ekor, lalu dipecah agar membayar dua ekor domba betina dewasa, dan bukannya membayar tiga ekor domba betina dewasa seandainya dipertahankan domba itu sebagai satu kesatuan tetap pada keadaannya itu. Atau seperti misalnya, dua orang yang berserikat atau bercampur itu memiliki 40 ekor domba, lalu mereka pisahkan sehingga mereka tidak membayar apapun setelah dipisah.

Dan sebagaimana tidak boleh dilakukan pemisahan domba yang dihimpun, demikian juga tidak boleh menghimpun domba yang terpisah dengan tujuan mengurangi apa yang dibayarkan atasnya. Hal itu seperti misalnya, dua orang memiliki 80 ekor domba, masing-masing memiliki 40 ekor yang tidak dicampurkan dan tidak berserikat. Maka jika pemungut zakat mencampurnya bersama sehingga mereka tidak membayar darinya kecuali satu ekor domba betina dewasa, daripada masing-masingnya harus membayar satu ekor domba betina dewasa. Dalil ketidakbolehan pemisahan domba yang terhimpun dan tidak bolehnya menghimpun yang terpisah adalah apa yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqash, dia berkata: “Rasulullah saw bersabda:

«لاَ يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمَعٍ، وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرَّقٍ، فِيْ الصَّدَقَةِ. وَالْخَلِيْطَانِ مَا اِجْتَمَعَا عَلَى الْفَحْلِ، وَالْمَرْعَى، وَالْحَوْضِ» وَفِيْ رِوَايَةٍ: «وَالرَّاعِيْ» رواه أبو عبيد

“Tidak boleh dipisah di antara yang terhimpun dan tidak boleh dihimpun di antara yang terpisah, dalam shadaqah. Dan dua orang yang bercampur adalah apa yang berhimpun di atas hewan pejantan, tempat penggembalaan dan tempat minum”. Dalam satu riwayat “dan penggembala” (HR Abu ‘Ubaid).]

 

Selesai kutipan dari buku al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah.

3- Diikutkan kepada domba dalam hukum ini, semua hewan ternak yang di dalamnya wajib zakat baik unta dan sapi, jika berserikat atau bercampur yang mana diperlakukan sebagai harta satu orang hingga andai orang yang berserikat atau bercampur itu berjumlah banyak. Jadi di dalamnya wajib zakat jika mencapai nishab sebagai satu kesatuan meskipun salah seorang yang berserikat atau bercampur atau semua dari mereka ketika sendiri-sendiri atau dipisah, tidak mencapai nishab. Dalil hal itu adalah hadits yang disebutkan di atas. Di situ ada penjelasan percampuran “dan dua yang bercampur adalah apa yang berhimpun pada satu hewan pejantan, tempat penggembalaan, tempat minum dan penggembala”. Dan ini layak untuk menetapkan ‘illat dalâlah yang mana itu merupakan sifat yang memberi pemahaman (washfun mufhimun). Dengan begitu, hukum itu mencakup sapi dan unta, dan bukan hanya domba karena terpenuhinya ‘illat ini. Ini ditambah lagi bahwa lafal hadits tersebut di dalamnya ada sifat umum mencakup apa yang dipisah dan dihimpun dan pemisahan serta penghimpunannya itu berpengaruh terhadap zakat:

«…وَلَا يُجْمَعُ بَيْنَ مُفْتَرِقٍ وَلَا يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ…»

“ … dan yang terpisah tidak dihimpun dan yang dihimpun tidak dipisahkan karena khawatir shadaqah …”.

Pemisahan dan penghimpunan pada unta dan sapi berpengaruh pada shadaqah, bertambah atau berkurang …

4- Adapun semua harta zakat lainnya seperti uang, hasil pertanian dan buah-buahan dan barang dagangan, tidak ada dalil yang rajih menurut kami, yang mengecualikannya dari hukum asal. Begitulah, harta zakat selain hewan ternak, hukum asal tetap berlaku atasnya sebagaimana yang dijelaskan di point 1.

Ini merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana yang dinyatakan di al-Mughnî karya Ibnu Qudamah al-Maqdisi:

[(Masalah percampuran pada selain hewan ternak seperti emas, perak, barang dagangan, hasil pertanian dan buah-buahan).

1736 masalah: Dia berkata “jika mereka mencampur pada selain ini, diambil dari masing-masing mereka secara sendiri jika apa yang dia miliki di dalamnya wajib zakat. Maknanya bahwa mereka jika bercampur pada selain hewan yang digembalakan seperti emas, perak, barang dagangan dan hasil pertanian dan buah-buahan, percampurannya tidak berpengaruh sedikit pun. Hukum mereka adalah hukum individual. Ini merupakan ucapan kebanyakan ahlul ‘ilmi. Dan dari Ahmad ada riwayat lain bahwa syirkah a’yan berpengaruh pada selain hewan ternak. Jika di antara mereka ada nishab yang mereka berserikat padanya, maka bagi mereka wajib zakat … Yang benar (shahih) bahwa percampuran tidak berpengaruh pada selain hewan ternak. Hal itu karena Nabi saw:

«وَالْخَلِيطَانِ مَا اشْتَرَكَا فِي الْحَوْضِ وَالْفَحْلِ وَالرَّاعِي»

“Dan yang bercampur adalah apa yang berserikat dalam tempat minum, hewan pejantan dan penggembala”.

Ini menunjukkan bahwa apa yang hal itu tidak ada padanya maka percampuran tidak berpengaruh. Sabda Nabi saw:

«لَا يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ، خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ»

“Tidak dihimpunkan di antara yang terpisah karena khawatir shadaqah”.

Tidak lain hal itu ada pada hewan ternak. Sebab zakat itu kadang kala berkurang karena penghimpunannya dan kadang menjadi banyak. Sedangkan semua harta yang wajib zakat padanya dalam apa yang melebihi nishab sesuai hitungannya, maka penghimpunannya tidak berpengaruh …].

5- Dengan penjelasan ini, tampak bahwa tidak ada perbedaan dan tidak ada kontradiksi antara apa yang ada di Jawab Soal yang kami publikasikan pada 19 Dzul Hijjah 1441 H – 9 Agustus 2020 dengan judul “Zakat Uang yang Dimiliki Secara Berserikat –Zakât an-Nuqûd al-Musytarakah-” dengan apa yang ada di buku al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah pada bab Hukmu asy-Syurakâ` fî al-Ghanam -Hukum Orang-Orang Yang Berserikat Pada Domba-. Sebab Jawab Soal itu berkaitan dengan uang. Sedangkan apa yang ada di buku al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah adalah seputar domba. Dan hukum uang berbeda dari hukum domba dalam topik percampuran dan perserikatan.

Saya berharap di dalam jawaban ini ada kecukupan. Wallâh a’lam wa ahkam.

 

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

19 Rabi’u al-Akhir 1442 H

4 Desember 2020 M

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/72058.html

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/2809413399304666

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *