YLBHI Desak Negara Bertanggung Jawab Atas Tragedi Kanjuruhan
Mediaumat.id – Menyikapi tragedi yang terjadi pada pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan lebih dari 150 korban jiwa, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan LBH Kantor Seluruh Indonesia mendesak negara untuk bertanggung jawab atas atas jatuhnya korban jiwa.
“Mendesak negara cq. pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang,” tulis siaran pers YLBHI dan LBH Kantor Seluruh Indonesia yang ditandatangani Muhamad Isnur dari YLBHI, Habibus Shalihin, Kadiv Advokasi LBH Surabaya, dan Daniel, Koordinator LBH Surabaya Pos Malang, Ahad (2/10/2022).
YLBH dan LBH Seluruh Indonesia menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
Menurut mereka, penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini.
“Padahal jelas penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion,” tegasnya.
Mereka menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan Perkapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa; Perkapolri No.01 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian; Perkapolri No. 08 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI; Perkapolri No. 08 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-hara; dan Perkapolri No. 02 Tahun 2019 tentang Pengendalian Huru-hara.
Maka atas pertimbangan di atas, mereka menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.
Dalam rilis tersebut, mereka pun menyampaikan lima poin sikapnya. Pertama, mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus implementasi prinsip HAM Polri.
Kedua, mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya lebih dari 150 korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen.
Ketiga, mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas.
Keempat, mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-Polri yang bertugas pada saat peristiwa tersebut.
Kelima, mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian.[] Achmad Mu’it