Mediaumat.news – Menanggapi pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang mengatakan fikih yang ada sekarang sebagian besar disusun di zaman abad pertengahan yakni masa Perang Salib, Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menilai pernyataan tersebut cacat secara substansi.
“Pernyataan tersebut bisa dibaca sebagai ekspresi rasa malu, rendah diri dan tak berdaya. Pernyataan tersebut juga cacat secara substansi,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Senin (25/01/2021).
Menurutnya, sebelum menjelaskan sejarah kodifikasi fikih Islam, penting untuk menyimak ungkapan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani rahimahullahu ta’ala dalam kitabnya, Syari’ah Allah al-Khalidah (hlm.7). “Beliau menegaskan bahwa pengamalan fikih Islam secara benar justru akan menjadi kunci kebangkitan dan kebaikan,” ujarnya.
Ia mengatakan, fikih itu sudah ada sejak zaman shahabat radhiyallahu ‘anhum dan kodifikasinya dilakukan pada zaman setelahnya. “Fikih berkembang di era tabi’in, lalu tabi’ tabi’in, lalu generasi setelahnya. Bahkan dikodifikasi dalam kitab-kitab karya para imam madzhab,” terangnya.
Ia mengungkapkan bahwa sanad ilmu fikih empat Imam Madzhab adalah dari tabi’in dan dari shahabat radhiallahu ‘anhum. “Sanad fikih Islam dari Madinah bersumber dari Zaid bin Tsabit dan Ibnu Umar, lalu kepada Nafi, Salim, al-Zuhri, Malik, al-Syafi’i dan Ahmad,” jelasnya.
“Sanad fikih Islam dari Makkah bersumber dari Ibnu Abbas, lalu kepada Amr bin Dinar, Sufyan bin Uyainah, al-Syafi’i dan Ahmad. Sanad fikih Islam dari Irak bersumber dari Ibnu Mas’ud, lalu kepada Alqamah, Ibrahim, Hamad, Abu Hanifah, Muhammad bin al-Hasan, Malik dan al-Syafi’i,” tambahnya.
Jadi, menurutnya sebuah kekeliruan yang sangat fatal jika dikatakan fikih klasik adalah produk dari era Perang Salib. “Fikih adalah ilmu tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ia sudah berkembang dan dikodifikasi (ditadwin) jauh sebelum Perang Salib,” tegasnya.
Ia mengatakan topik-topik fikih tersebut meliputi konsep pemerintahan (imamah), jihad dan futuhat, konsep al-dar (darul Islam/hijrah, darul kufr/harb), ghanimah, fai’, jizyah, kharaj, dll. “Namun hari ini, topik-topik tersebut belum mendapat tempat. Bahkan dicurigai,” ujarnya.
“Ditambah lagi sikap rendah diri sebagian intelektual Muslim telah mengantarkan pada gagasan moderasi beragama yang banyak diarahkan pada Islam. Fikih Islam dianggap sebagai inspirasi lahirnya radikalisme dan ekstrimisme,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it