Xi Jinping Sebut akan Terus Bantu Indonesia, IMuNe: Sangat Berbahaya

 Xi Jinping Sebut akan Terus Bantu Indonesia, IMuNe: Sangat Berbahaya

Mediaumat.id – Presiden Cina Xi Jinping yang menyatakan via telepon kepada Presiden Jokowi akan terus membantu Indonesia pada Selasa (11/1), dinilai Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara sangat berbahaya.

“Pernyataan ini berbahaya, karena semakin menunjukkan komitmen pada sistem internasional yang menyangga kapitalisme global,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Sabtu (15/01/2022).

“Bahaya langsungnya adalah bahaya ekonomi, jerat utang dan investasi Cina sudah sangat jelas,” papar Fika dengan menunjukkan diplomasi uang dan investasi sudah menjadi andalan Cina dalam mendekati negeri Muslim seperti Indonesia.

“Dan Cina jarang punya pendekatan lain,” imbuhnya.

Di luar itu, masih dalam hal telepon XI Jinping, juga menunjukkan ‘diplomasi vaksin’ Beijing rupanya berhasil. Bahkan, kata Fika, lebih dari 80% vaksin yang diterima Indonesia dari luar negeri berasal dari produsen Cina.

Memang, lanjutnya, Indonesia dianggap penting oleh Cina sebagai gerbang utama proyek BRI (Belt and Road Initiative) di Asia Tenggara. “Ini terlihat jelas pidato perdana peluncuran Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 dalam skema BRI (sebelumnya disebut OBOR) terjadi di Jakarta, bulan Oktober 2013,” paparnya.

Bahkan di tahun yang sama, diketahui perusahaan-perusahaan Cina juga telah menginvestasikan setidaknya $12,7 miliar ke dalam proyek baja dan nikel di Indonesia.

Tragis

Namun dari sisi tragisnya, Fika menyoroti keadaan dunia Muslim saat ini yang betapa para pemimpinnya sedemikian mudah didekati dengan harta dan uang, tanpa lagi memedulikan nilai moral dan etika.

Dengan kata lain, jelas Fika, dalam setiap kerja sama bilateral bisa dipastikan membawa konsekuensi besar pada rakyat, baik secara ekonomi maupun dalam hal nilai-nilai sekuler liberal yang akan juga menyebar serta merusak tatanan masyarakat.

“Sensor etika dan moral jadi lumpuh, karena semua dinilai dari asas manfaat,” tegasnya sembari menyampaikan alasan semua itu karena memang negara tidak mengadopsi Islam sebagai pedoman polugri.

Selain berdampak pada ekonomi, bahaya yang turut mengintai dari kerja sama tersebut menurut Fika adalah bahaya terkait ideologi yang justru tidak bisa diindera penguasa.

“Para penguasa Muslim ini tidak pandang bulu, meskipun yang mendekatinya berbeda ideologi atau pun bahkan seorang pembunuh yang berlumuran darah saudaranya,” ucapnya prihatin.

Maka itu, sambung Fika, Indonesia seharusnya memiliki kompas moral yang jelas dalam polugrinya dengan tidak hanya bereaksi dalam masalah ekonomi, tetapi juga merespons tragedi kemanusiaan di Xinjiang yang melibatkan jutaan Muslim Uighur di sana.

Namun sekali lagi, ia menyayangkan panduan yang dimaksud nampaknya memang sengaja diabaikan. “Pemerintah terus mengaruskan proyek moderasi beragama yang menjadikan ‘toleransi’ sebagai senjata andalannya,” tandasnya.

Pun, umat Muslim di Indonesia terus-menerus diminta menumbuhkan sikap terbuka dan toleran terhadap agama dan nilai-nilai lain. “Ironisnya ini juga membuat Indonesia semakin ‘toleran’ terhadap terorisme Cina dan kejahatan kemanusiaannya terhadap Muslim Uighur” ujarnya.

Padahal, tegas Fika, ajaran di dalam Islam telah melarang hubungan dalam bentuk apa pun dengan negara yang memerangi kaum Muslim. “Kecuali hubungan perang,” pungkasnya. []Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *