WNA Cina Bebas Keluar Masuk, Pengamat: Kedaulatan Indonesia Hilang

Mediaumat.news – Menanggapi adanya WNA Cina yang bebas keluar masuk di saat WNI dilarang untuk melakukan aktivitas mudik, Pengamat Sosial Politik Iwan Januar menilai Indonesia sudah kehilangan kedaulatan.

“Indonesia sudah hilang kedaulatan dan pembelaan pada rakyat sendiri,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Sabtu (22/5/2021).

Iwan heran, di saat negara-negara lain memperketat jalur masuk WNA ke negara mereka, Indonesia justru terus buka gerbang untuk WNA asal Cina. “Ini artinya pemerintah tak berdaya atau mungkin sukarela hadapi gelombang WNA ke dalam negeri. Kalau berdaulat dan punya pembelaan pada rakyat, ceritanya lain, pasti akan diperketat bahkan tak boleh masuk,” ujarnya.

Menurutnya, sikap ini juga bukti negara tak punya pembelaan pada rakyat. “Padahal pandemi belum berakhir, justru ada tanda masuk gelombang kedua. Sementara itu pergerakan warga malah dibatasi dan dipersulit, seperti aktivitas sekolah, masjid, pengajian dan mudik,” ungkapnya.

Patron dan Klien

Iwan menilai dalam politik itu ada pola patron dan klien. “Patron itu kan pihak yang punya power bisa kekuasaan bisa uang. Sedangkan klien bawahan pihak patron,” ujarnya.

Melihat pembelaan yang begitu masif dari pejabat negara ini, menurut Iwan, ini mengindikasikan kalau pemerintah berposisi sebagai klien dari pemerintah Cina. “Kalau tidak, mestinya ada penolakan keras dong di tengah wabah seperti ini. Tapi pejabat di sini malah terus memberikan pembelaan keras pada arus masuk WNA asal Cina,” jelasnya.

Menurutnya, pemerintah jelas-jelas tunduk pada guyuran pinjaman uang dan investasi pemerintah Cina. “Bila dilihat dari investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) selama 2015–triwulan III 2020, Cina menempati posisi ketiga terbesar dengan nilai 17,29 miliar dollar AS di bawah Jepang dan Singapura.

Selama hampir lima tahun, nilai FDI Cina di Indonesia mengalami peningkatan signifikan hingga 559 persen,” bebernya.

Menurutnya, pada 2015, investasi Cina hanya sebesar 0,63 miliar dollar AS dan menjadi 3,51 miliar dollar AS pada 2020.

Ia juga menegaskan, bicara investasi bukan cuma soal ekonomi tapi juga politik. “Apakah ada deal politik terkait investasi ini, untuk pilpres misalnya? Semestinya ada investigasi mendalam soal ini. Jangan sampai ada negara asing yang menunggangi pemerintah karena terjalin kontrak politik,” tandasnya.

Bahaya

Jika politik utang budi ini benar-benar terjadi maka Iwan menilai hilang sudah kedaulatan suatu negara. “Ini sudah sering terjadi. Negara-negara di Timur Tengah contohnya, mereka tunduk pada kepentingan AS, sampai-sampai tak bergerak menolong Palestina dan mengusir Israel. Mereka diam saja,” ujarnya.

Apa yang terjadi di Timur Tengah, menurutnya, bisa juga terjadi pada negeri ini. “Bukan tidak mungkin Indonesia akan diseret-seret oleh pemerintah komunis Cina untuk ikut dalam kepentingan politik mereka, misalnya, dalam perebutan Laut Cina Selatan melawan AS, dsb.

“Di sini, rakyat melihat pemerintah menganakemaskan TKA dari Cina, sampai-sampai kuli dan satpam saja harus dari Cina. Belum lagi kesenjangan upah antara tenaga kerja lokal dengan TKA asal Cina, jauh betul. Tidak adil,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: