Wapres Sebut Pasar Muamalah Tak Sesuai Prinsip Ekonomi Syariah, Pakar: Sebenarnya Karena Mengancam Sistem Kapitalis

Mediaumat.news – Terkait pernyataan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin yang mengatakan praktik Pasar Muamalah pimpinan Zaim Saidi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, Pakar Ekonomi Syariah Dr Arim Nasim SE MSi AK menilai hal ini sebenarnya mengancam ekonomi kapitalis.

“Saya lihat itu lebih ke arah politik karena Zaim Saidi dan kelompoknya sering mengopinikan bahaya riba dan fiat money. Dan ini sebenarnya yang mengancam ekonomi kapitalis. Jadi, bukan masalah transaksinya,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Jumat (05/02/2021).

Menurutnya, Pasar Muamalah itu seperti pasar biasa, cuman lebih tepatnya seperti barter karena yang dimaksud dengan dinar dan dirham posisinya sebagai emas dan perak bukan mata uang sebuah negara yang ada saat ini.

“Karena dinar dan dirham sebagai mata uang itu harus diadopsi oleh sebuah negara. Jadi, tidak benar jika disebutkan dinar dan dirham yang digunakan dalam Pasar Muamalah itu dianggap mata uang negara Arab,” ujarnya.

Ia mengatakan pasar muamalah dalam sistem ekonomi islam, itu pasar yang transaksi sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah baik, barang dagangannya maupun akad-akad transaksinya sesuai syariah Islam. “Adapun terkait dengan alat pembayaran, memang di dalam sistem ekonomi Islam, ketika negara akan mencatat uang sebagai alat pembayaran yang sah harus emas dan perak atau berbasis emas dan perak,” bebernya.

Menurutnya, pasar muamalah dalam sistem ekonomi Islam mengharuskan adanya negara yang mengadopsi sistem moneter emas dan perak. “Dan itu hanya bisa dilaksanakan dalam sebuah sistem yang menerapkan syariah secara kaffah,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia merasa heran dengan pernyataan dari Ma’ruf Amin. Menurutnya, pernyataan itu aneh karena Pasar Muamalahnya Zaim Saidi yang menggunakan alat pembayaran dalam bentuk emas (dinar) dan perak (dirham) dianggap tidak sesuai dengan prinsip ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

“Mungkin rujukan Islam Nusantara? Jadi, satu paket yang dikembangkan Islam Nusantara, maka ekonomi syariahnya ekonomi syariah nusantara,” ungkapnya.

Ia menilai pernyataan itu sama anehnya dengan pernyataan sistem khilafah itu islami tapi tertolak. “Saya lihat itu intinya. Syariah Islam itu mereka terima kalau sesuai dengan kepentingan politik dan hawa nafsunya,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: