Wahai Ayah-Bunda dan Para Pendidik, Kita di Patahan Krisis Moral… Saatnya Bangkit!

Oleh: Indarto Imam – ForPeace (Forum Pendidikan Cemerlang)

Bencana moral menjadi PR bersama untuk kita lakukan pembenahan bersama. Terbongkarnya grup facebook gay kalangan pelajar yang heboh di Garut menambah keprihatinan kita. Apalagi hari-hari ini dikabarkan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar mengungkap grup gay (penyuka sesama lelaki) yang beranggotakan 4.093 orang. Grup bernama Gay Bandung Indonesia (GBI) ini melakukan aktivitasnya melalui jejaring media sosial Facebook. Naudzubillahi Min Dzalik.

Refleksi

Pangkal dari semua masalah itu adalah dijadikannya sekulerisme dan kapitalisme sebagai dasar bagi sistem di negeri ini termasuk sistem pendidikan. 6 tahun lalu, masyarakat dikejutkan oleh terungkapnya materi-materi ajaran terutama di sejumlah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengandung istilah dan materi yang tidak patut. Seperti, memuat tentang perselingkuhan (istilah istri simpanan) dan kata-kata vulgar. Kasus itu terungkap di DKI Jakarta.

Sementara itu di sebuah sekolah di Sukabumi juga ditemukan indikasi penyusupan ajaran komunisme di LKS untuk para siswa. Dalam lembar soal, terdapat kalimat yang menyatakan, “Indonesia mengembangkan sendiri ideologi yang dinilai tepat dengan kondisi bangsa Indonesia yang dinamakan komunis”(wartakotaalive.com, 19/4).

Materi lain yang tak kalah riskan dan berbahaya juga acap ditemukan dalam LKS seperti materi gender, pergaulan bebas dan pluralisme. Misalnya, tentang peran ayah dan ibu yang dipertukarkan, ibu (istri) keluar rumah bekerja mencari nafkah sementara bapak (suami) di rumah mengurus rumah layaknya ibu rumah tangga. Materi pergaulan bebas disisipkan dalam tahap perkembangan sosial seseorang diantaranya adalah masa remaja yang diisi dengan pacaran. Materi tentang kerukunan umat beragama yang mengarah kepada pluralisme juga sering diangkat dalam sejumlah LKS.

Materi tak patut itu mungkin merupakan fenomena gunung es. Fakta sebenarnya bisa saja terjadi di seantero negeri ini. Padahal materi-materi itu sesungguhnya digunakan untuk membentuk pola pikir anak didik. Hal itu, pada akhirnya akan menentukan corak perilaku dan kepribadian anak bahkan ketika nanti sudah dewasa dan memengaruhi corak dan perilaku masyarakat negeri ini. Masalah materi tak patut itu bukan masalah remeh, sebaliknya justru sangat penting sebab turut menentukan seperti apa masyakat negeri ini. Jika materi yang digunakan membentuk pola pikir anak didik dan masyarakat itu buruk, yang terbentuk adalah masyarakat yang buruk. Sebaliknya jika baik, hasilnya adalah masyarakat yang baik. Lalu bagaimana jika materi pendidikan anak negeri ini seperti yang terungkap itu?

Lebih ironis, materi ajar itu juga digadaikan pada kongkalingkong nafsu kerakusan bisnis dengan kerakusan materi pihak-pihak tertentu. Keberadaan LKS dan buku ajar tak jarang dalam penentuannya sangat kental dengan motif bisnis antara penerbit dan pihak sekolah. Dari penjualan LKS dan buku ajar itu sekolah dan penerbit meraup keuntungan dari orang tua siswa. Masalah muatan materi hampir tidak pernah dipersoalkan. Pemerintah jelas tahu praktek seperti itu karena memang sudah jadi semacam rahasia umum. Namun lagi-lagi tidak ada tindakan. Anak didik dan orang tua yang jadi korban.

Saatnya Berbenah

Kerusakan moral tumbuh subur di negeri demokrasi. Kapitalisme yang bertumpu pada manfaat materi menjadikan sistem pendidikan lebih menitik beratkan pada materi ajar yang bisa memberikan manfaat materiil termasuk memenuhi keperluan dunia usaha. Pendidikan akhirnya lebih menitik beratkan pada penguasaan sains teknologi dan keterampilan. Prestasi dan keberhasilan pendidikan pun hanya diukur dari nilai-nilai akademis, tanpa memperhatikan bagaimana keimanan, ketakwaan, akhlak, perilaku, kepribadian dan karakter anak didik. Itulah yang dibuktikan selama proses UN. Bukan hanya siswa, namun sampai orang tua bahkan guru dan pihak sekolah melakukan berbagai cara termasuk kecurangan untuk mengejar nilai-nilai akademis.

Di samping itu, hasil dari pendidikan yang ada, anak didik dicetak untuk menjadi “robot”, yang terampil mengerjakan sesuatu tapi tidak memiliki kepribadian yang khas, apalagi kepribadian Islam. Akhirnya tak sedikit dari mereka hanya menjadi bagian dari “alat produksi” kapitalis. Disamping itu, karena tidak dibina keimanan dan ketakwaannya, kepintaran yang dimiliki kurang atau bahkan tidak memberi sumbangsih bagi perbaikan masyarakat.

Solusi

Tujuan membentuk anak didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, memiliki karakter, menguasai sains teknologi dan berbagai keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan hanya bisa diwujudkan melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam memang bertujuan untuk mewujudkan hal itu. Tujuan itu akan diejawantahkan dalam semua rincian sistem pendidikan.

Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Halal haram akan ditanamkan menjadi standar. Dengan begitu anak didik dan masyarakat nantinya akan selalu mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.

Dengan semua itu, Pendidikan Islam akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah; mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam akan menjadi bukan sekadar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi seluruh persoalan kehidupan.

Ketika hal itu disandingkan dengan materi sains, teknologi dan keterampilan, maka hasilnya adalah manusia-manusia berkepribadian Islam sekaligus pintar dan terampil. Kepintaran dan keterampilan yang dimiliki itu akan berkontribusi positif bagi perbaikan kondisi dan taraf kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Daulah Islamiyah wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar. Dengan dukungan sistem Islam lainnya khususnya Sistem Ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah direalisasikan.

Melengkapi semua itu, Islam juga mewajibkan para orang tua untuk mendidik anak dengan pendidikan Islam. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (QS. at-Tahrim [66]: 6).

Ibn Katsir dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib k.w menjelaskan ayat tersebut, yaitu: “didiklah mereka dengan adab dan ajarkan kepada mereka”. Sedangkan Qatadah berkata: “dia menyuruh mereka menaati Allah, melarang mereka dari bermaksiat kepada Allah, mengurus mereka sesuai perintah Allah, menyuruh dan membantu mereka atasnya. Dan jika engkau melihat kemaksiatan kepada Allah maka engkau cegah dan larang mereka darinya”.

Dengan sistem pendidikan Islam itu akan lahir generasi yang beriman, bertakwa dan berkepribadian Islam sekaligus menguasai sains dan teknologi, pintar dan terampil. Generasi yang akan senantiasa memperhatikan kondisi umat, terus menerus berusaha memperbaiki umat dan mewujudkan kebaikan dan perbaikan di tengah umat dalam segala aspek kehidupan.[]

Share artikel ini: