Waduh… Perang Gangster Narkoba

Oleh: Aminudin Syuhadak (Direktur LANSKAP)

Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau bersama Satuan Reserse Narkoba Polresta Pekanbaru mengungkap perang bandar narkotika di Bumi Lancang Kuning. Perang karena perebutan wilayah ini melibatkan kelompok Medan dan sindikat narkoba Kota Dumai. Kepala Polda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi menjelaskan, perang bermula ketika jaringan narkoba Malaysia memasok 46 kilogram sabu dan 10 butir pil ekstasi. Barang haram untuk kelompok Medan ini masuk melalui pelabuhan rakyat di Kota Dumai. Kelompok Dumai mendapat informasi ini dan ingin ambil bagian. Mereka mengadang kelompok Medan pembawa narkoba dimaksud di daerah Bukit Kapur menggunakan senjata api. Dalam kasus ini, petugas juga menyita puluhan butir peluru. Senjata ini digunakan untuk perang antara bandar narkoba, termasuk mencegat 46 kilogram sabu dan 10 ribu butir ekstasi di Dumai. “Senjata ini tak menutup kemungkinan untuk melawan polisi,” ucap Agung. (Liputan6.com, 17/11/2020)

Catatan:

Kejahatan narkotika adalah kejahatan luar biasa sehingga harus juga ditangani secara luar biasa. Hukuman termasuk hukuman mati dalam sistem saat ini boleh jadi tidak akan terlalu efektif untuk menjadi solusi memberantas kejahatan. Pasalnya, sistem lainnya tidak mendukung, bahkan tak jarang turut memunculkan faktor terjadinya kejahatan.

Dalam kasus narkoba, ide kebebasan dan hedonisme yang terus dijejalkan pada benak masyarakat turut menjadi faktor maraknya penggunaan narkoba. Alasan ekonomi kadang membuat orang terlibat peredaran narkoba. Alasan ekonomi itu terjadi akibat sistem ekonomi kapitalisme liberal gagal mendistribusikan kekayaan negeri ini secara merata dan berkeadilan kepada seluruh rakyat.

Bahkan sistem hukum saat ini sendiri tidak padu. Di satu sisi, hukuman mati terhadap pelaku kejahatan pengedaran narkoba diharapkan bisa menekan maraknya kejahatan narkoba. Di sisi lain, sistem hukum yang sama menilai pengguna narkoba tidak mesti dijatuhi hukuman, tetapi cukup direhabilitasi. Hal itu tidak lagi menjadi pencegah orang untuk mengkonsumsi narkoba. Dengan begitu, pasar bagi narkoba akan tetap ada, bahkan cenderung membesar. Jika ada permintaan maka akan ada pihak yang terdorong untuk memenuhi permintaan itu, apalagi jika harganya tinggi. Karena itu hukuman mati terhadap pelaku kejahatan pengedaran narkoba saat ini sulit diharapkan akan bisa efektif menekan angka kejahatan narkoba.

Sistem Islam Efektif Mengatasi Kejahatan

Sistem Islam sebagai satu kesatuan akan efektif mengatasi masalah kejahatan di masyarakat. Pertama: Islam mewajibkan negara untuk tanpa henti membina keimanan dan ketakwaan rakyat. Keimanan dan ketakwaan itu akan menjadi faktor pencegah sangat efektif dalam diri seseorang yang bisa mencegah dia dari melakukan kejahatan apapun bentuknya.

Kedua: Sistem ekonomi Islam akan bisa mendistribusikan kekayaan negeri secara merata dan berkeadilan kepada seluruh rakyat. Jika ada yang luput oleh mekanisme ekonomis, maka Islam mewajibkan pemenuhan kebutuhan pokok dijamin melalui mekanisme non-ekonomis. Islam mewajibkan negara mewujudkan hal itu. Dengan begitu, alasan ekonomi tidak lagi menjadi faktor yang orang melakukan kejahatan.

Ketiga: Jika dengan semua itu masih ada orang yang melakukan tindak kriminal, maka sistem sanksi (‘uqubat) Islam akan menjadi palang pintu terakhir yang efektif. Sanksi hukum Islam akan efektif memberi efek jera yang bisa mencegah terjadinya kejahatan. Dalam kasus narkoba, Islam dengan tegas mengharamkan narkoba. Orang yang mengkonsumsi narkoba berarti telah melakukan kemaksiatan atau tindakan kriminal. Ia bisa dijatuhi sanksi ta’zir yang jenis dan kadarnya diserahkan kepada Khalifah atau qadhi. Bagi pengedar narkoba, sanksi ta’zir-nya lebih berat, bahkan bisa sampai hukuman mati dengan memperhatikan tingkat dan dampak kejahatan itu bagi masyarakat.

Dalam kasus pencurian, Islam menetapkan hukuman potong tangan sampai pergelangan tangan jika memenuhi syarat-syaratnya. Untuk kejahatan perampokan dan begal jalanan yang bisa menimbulkan teror di masyarakat, hukumannya adalah hukuman mati atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bertimbal-balik atau dibuang dari negeri (QS al-Maidah [5]: 33), sebagaimana yang dirinci di dalam sistem ‘uqubat Islam. Untuk kasus pembunuhan yang tidak disengaja, sanksinya adalah membayar diyat (denda) berupa seratus ekor unta. Untuk pembunuhan disengaja, sanksinya adalah qishash (dibalas bunuh) kecuali dimaafkan oleh ahli waris korban dan dia harus membayar diyat.

Allah SWT menjelaskan bahwa di balik sanksi-sanksi hukuman yang keras itu ada kehidupan bagi masyarakat.

]وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[

Di dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 179)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, menjelaskan, “Di dalam pensyariatan qishash terdapat hikmah besar untuk kalian, yaitu kehidupan bisa bertahan dan terlindungi. Sebab, jika seseorang tahu pembunuh itu akan dibunuh, maka ia akan tercegah dari perbuatan itu. Artinya, dalam yang demikian ada kehidupan bagi jiwa-jiwa manusia.”

Asy-Syaukani dalam Fath al-Qadîr mengatakan, “Seruan ini diarahkan kepada orang yang berakal sebab merekalah orang-orang yang melihat akibat-akibat dan membentengi apa yang mengandung bahaya nantinya. Adapun orang bodoh dan ceroboh, dalam potret kemarahannya dan keberaniannya yang mendidih, tidak melihat akibat dan tidak memikirkan perkara yang akan datang.”

Sifat memberi efek jera—yang bisa mencegah orang untuk melakukan kejahatan—bukan hanya dimiliki oleh hukuman qishash saja, melainkan ada pada seluruh sanksi hukuman dalam Islam. Efek jera ini akan efektif, sebab pelaksanaan eksekusi atas sanksi itu dilakukan secara cepat, tidak tertunda lama sejak diputuskan dan tidak berlarut-larut. Dalam Islam, vonis yang dijatuhkan pun harus segera dieksekusi. Kasih sayang terhadap pelaku tidak boleh menghalangi pelaksanaan hukum Allah SWT. Dengan dekatnya waktu pelaksanaan vonis dan eksekusi maka masyarakat jelas masih ingat pelaku itu dihukum atas kejahatan apa. Efek jera atas kejahatan serupa pun kuat terbentuk. Efek jera ini makin efektif karena Islam mensyariatkan pelaksanaan sanksi hukuman itu tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi harus dilakukan secara terbuka, bisa disaksikan oleh masyarakat, sebagaimana yang diharuskan dalam pelaksanaan hukuman bagi orang yang berzina (QS an-Nur [24]: 2).

Namun, harus diingat bahwa semua kebaikan itu hanya bisa terealisasi manakala seluruh sistem Islam termasuk sistem sanksi ‘uqubat diterapkan secara total. Hal itu akan bisa diwujudkan melalui penerapan syariah secara total.[]

Share artikel ini: