Mediaumat.news – Pembakar bendera tauhid hanya divonis 10 hari penjara, dengan delik membuat gaduh —bukan delik penodaan agama—, dinilai hanya untuk meredam gejolak masyarakat saja.
“Diduga penetapan tersangka menggunakan pasal 174 KUHP, penegak hukum telah melakukan ‘Rechtspolitiek’ yaitu kebijakan hukum hanya untuk meredam gejolak yang terjadi di masyarakat jika pelaku tidak ditetapkan sebagai tersangka,” kritik Sekjen LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan dalam pers rilisnya yang diterima Mediaumat.news, Senin (5/11/2018) di Jakarta.
Menurut Chandra, Pasal 174 KUHP merupakan tindak pidana ringan. Pasal ini menitik beratkan pada “dengan sengaja mengganggu rapat umum, dengan mengadakan huru-hara, atau membuat gaduh”. Jika dilihat dari locus dan tempus delicti (waktu dan tempat kejadiannya), pembakaran itu diduga dilakukan setelah upacara atau rapat peringatan hari santri.
“Sehingga pembakaran tersebut tidak menggangu rapat umum atau peringatan hari santri dan juga tidak terjadi huru hara pada saat itu,” ujarnya.
Jika yang dimaksud huru-hara adalah respon dari masyarakat setelah kejadian itu tersebar, maka menurut LBH Pelita Umat kurang tepat menjerat tersangka menggunakan pasal 174 KUHP. “Penegak hukum harus melihat dengan teliti bahwa respon masyarakat tersebut karena menilai telah terjadi pelecehan terhadap simbol agama Islam,” beber Chandra.
Chandra menyebutkan bendera yang berwarna hitam dan putih bertuliskan lafadz tauhid sebagaimana keterangan dari hadits, Sirah Nabawiyah, ijma sahabat dan ulama menegaskan bahwa itu adalah bendera Rasulullah SAW dan umat Islam yang sangat diagungkan dan dimuliakan, maka sepatutnya pelaku pembakaran tersebut dikenakan pasal 156a KUHP tentang tindak pidana penistaan agama.
Berdasarkan Pasal 156a KUHP, barangsiapa yang melakukan di muka umum menampakkan perasaan dan perbuatan yang pada pokoknya menistakan atau melecehkan simbol agama Islam maka sama saja telah melecehkan agama tersebut.
“Terlebih lagi perbuatan tersebut dilakukan tampak tanpa rasa bersalah dengan diiringi lagu-lagu. Saya mendorong pelaku ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo