Visi Syariah dan Konspirasi Politik

Kaum kafir penjajah dan para anteknya, para penguasa ruwaibidhah di negeri-negeri kaum Muslim, sangat terkejut dengan apa yang dicapai oleh operasi Badai Al-Aqsa dalam rangka mempersatukan perasaan umat dengan rakyatnya di tanah Palestina yang diberkahi, setelah lebih dari satu abad mereka berupaya keras mengokohkan perpecahan di kalangan kaum Muslim dan memecah belah mereka, bahkan mereka berhasil melakukannya secara politik. Mereka membagi negeri-negeri mereka menjadi lima puluh bagian, namun mereka tidak mampu memisahkannya secara emosional, meskipun mereka telah melakukan berbagai upaya keras, tidak hanya dengan menyalakan sumbu perpecahan di antara mereka dan memeranginya, kadang-kadang atas nama patriotisme, nasionalisme, regionalisme dan sentimen-sentimen rendahan lainnya, namun semua upaya berdosa mereka gagal. Kaum Muslim selalu menunjukkan rasa persatuan ketika saudara-saudara mereka—sebagai satu umat—tertimpa musibah. Sebab telah melebur dalam diri mereka sabda Rasulullah SAW.:
«تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى»
“Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (panas dingin turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari).
Untuk menghadapi kenyataan ini di tengah umat, para penjajah kafir, bersama dengan para penguasa Muslim dan para ulama salāthīn, berpikir dan merancang bagaimana mereka menghadapi perasaan-perasaan mulia dan luhur yang lahir dari akidah Islam, yang menyatukan mereka dan mampu menghadapi konspirasi terhadap mereka, meskipun mereka yang berkonspirasi banyak dan jahat. Mereka yang tidak menginginkan persatuan umat, yang terbaru, mereka gencar berupaya memecah belah kaum Muslim terkait rukun Islam ketiga, yakni puasa. Mereka memerintahkan para ulama salāthīn untuk mengeluarkan fatwa yang dirancang sejalan dengan keinginan Trump dan partainya, namun bertentangan dengan apa yang dikenal dalam syariah Islam. Mereka mengeluarkan fatwa bahwa hari raya Idul Fitri bagi kaum Muslim mengikuti pembagian Sykes-Picot, sehingga mengabaikan pendapat hukum syariah yang berlaku (rājih), yang mengharuskan mengikuti kesatuan mathla’ (waktu penampakan hilal)!
Hal yang menegaskan bahwa perselisihan ini bersifat politis, bukan agama, dan merupakan konspirasi melawan Islam dan persatuan kaum Muslim adalah bahwa rezim-rezim ini sejak dari awal tidak memerintah berdasarkan Islam, justru mereka memeranginya dan memerangi siapa saja yang menyerukan penerapannya, baik dalam hal muamalah maupun ibadah. Misalnya, mereka tidak memerintah dengan sistem ekonomi Islam, melainkan dengan sistem ekonomi kapitalis dan memaksakannya kepada rakyat. Adapun dalam masalah ibadah, maka mereka tidak memerintahkan shalat dan puasa terhadap kaum Muslim, dan orang yang meninggalkannya tidak mereka hukum menurut ketentuan syariat. Zakat tidak dikumpulkan dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin. Demikian pula halnya dengan semua hukum Islam lainnya. Mereka tidak menerapkannya atau mengharuskan rakyat terikat dengannya.
Akan tetapi, ketika ada kepentingan untuk memecah belah kaum Muslim, maka mereka mendorong para ulama salāthīn untuk mengeluarkan fatwa yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Tentu saja, ulama-ulama salāthīn selalu siap mengeluarkan fatwa-fatwa yang disukai penguasa, namun tetap bungkam jika dibutuhkan umat, atau mengeluarkan fatwa untuk mempersatukan umat, atau untuk menolong kaum tertindas di tanah Palestina yang diberkahi dan di mana pun. Maka dari itu, hendaknya kita waspada terhadap mereka, dan janganlah kita ambil agama kita dari mereka.
Konspirasi rezim terhadap syiar-syiar Islam jelas dan nyata ketika pelaksanaan syiar tersebut bertentangan dengan rencana mereka untuk memecah belah umat. Hal tersebut sungguh begitu jelas terlihat tahun ini di beberapa negara Arab, di mana mereka mewajibkan kaum Muslim berpuasa di hari raya Idul Fitri, padahal hukumnya haram, bertentangan dengan pendapat para ulama yang telah mengeluarkan fatwa pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, di Suriah, Yordania, dan Mesir, majelis hukum Islam masing-masing telah memutuskan untuk mengadopsi pendapat terkait kesatuan mathla’ (waktu penampakan hilal). Konferensi dan seminar yang membahas penggunaan perhitungan astronomi untuk menentukan hari-hari besar juga telah mengadopsi prinsip kesatuan mathla’. Termasuk juga Majma’ al-Buhūts al-Islamiyyah di Al-Azhar Al-Ssarif pada tahun 1966, Konferensi Istanbul yang terkenal pada tahun 1978, Konferensi Istanbul pada tahun 2016, Konferensi Kuwait pada tahun 1973, Dewan Eropa untuk Fatwa dan Penelitian pada tahun 2009, dan Konferensi Liga Muslim Dunia pada tahun 2012.
Persekongkolan ini tampak jelas dalam perselisihan-perselisihan yang dilakukan oleh rezim-rezim antek di negeri-negeri Asia, seperti Pakistan, Bangladesh, Indonesia, dan Malaysia, yang hampir setiap tahun menyelisihi negeri-negeri Islam lainnya, khususnya negara-negara Arab, pada hari-hari puasa dan berbuka, bahkan tak jarang pada saat penentuan hari raya Idul Adha. Hal ini menegaskan bahwa mereka sedang melaksanakan misi yang diamanahkan kepadanya oleh kolonialisme Inggris dan tanggung jawab yang ditinggalkannya di negeri-negeri ini, dengan berupaya memecah belah umat dan menipu kaum Muslim di setiap kesempatan bahwa mereka bukanlah umat yang satu, padahal Allah SWT berfirman:
﴿إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ﴾
“Sesungguhnya ini (agama tauhid) adalah agamamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu. Maka, sembahlah Aku.” (TQS. Al-Anbiya’ [21] : 92).
Apa yang terjadi tahun ini di bulan Ramadan, ketika suara para ulama dibungkam, suara para penguasa dan ringkikan tentara mereka yang juga dibungkan, melihat kembalinya pembantaian oleh entitas Yahudi di Gaza, dan bungkamnya mereka dari menyerukan tentara kaum Muslim untuk menolong rakyat mereka di Palestina. Suara mereka meninggi hanya untuk memecah belah kaum Muslim di hari raya mereka. Itu semua menegaskan wajibnya menggulingkan rezim tersebut dan menolak para ulama salāthīn yang tunduk kepada mereka. Konspirasi ini membuktikan bahwa merekalah orang-orang yang telah melepaskan, dan masih terus melepaskan ikatan Islam, satu demi satu, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW yang bersabda:
«لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ»
“Ikatan-ikatan Islam akan terlepas satu per satu, setiap kali satu ikatan terlepas orang-orang bergantungan pada ikatan selanjutnya. Yang pertama kali terlepas adalah al-hukm (kekuasaan/pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad).
Oleh karena itu, umat harus yakin bahwa sumber penyakit dan pangkal musibah yang menimpanya adalah rezim-rezim tersebut dan di belakangnya adalah kaum kafir penjajah. Sehingga setiap orang yang taat pada agamanya wajib berjuang dengan serius bersama Hizbut Tahrir untuk menggulingkan mereka dan mendirikan Khilafah Rasyidah kedua ‘ala minhājin nubuwah di atas reruntuhannya.
Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat