Virus Sekulerisme dalam Pendidikan

 Virus Sekulerisme dalam Pendidikan

Oleh: Indarto Imam (Ketua ForPeace)

Salah satu fungsi pendidikan adalah untuk mengokohkan sistem negara yang ada. Kalau negaranya sekular, sistem pendidikannya pastilah dirancang untuk mengokohkan sekularisasi itu. Ironisnya, Indonesia, meski mayoritas penduduknya beragama Islam, memilih sistem negara yang sekular. Jadilah kurikulum dibuat untuk mengokohkan sekularisme.

Tidak aneh, kalau sejak dini, kepada anak didik kita ditanamkan nilai-nilai sekularisme, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam pelajaran tertentu, diajarkan bahwa Indonesia adalah plural, terdiri dari berbagai suku bangsa, adat-istiadat, dan tradisi. Karena itu, tidak boleh dipaksakan satu ajaran agama dalam negara. Jadilah agama hanya sekadar moralitas dan ibadah ritual. Agama tidak boleh mengatur aspek publik seperti politik, ekonomi, atau pendidikan. Jelas hal ini merupakan penanaman nilai-nilai sekularisme, karena agama tidak boleh campur tangan dalam sektor publik.

Anak didik pun lebih banyak diajari tentang demokrasi, HAM, pluralisme yang merupakan ajaran pokok Kapitalisme. Dalam pelajaran tatanegara, anak didik kemudian lebih mengenal Jean Bodin, Thomas Hobbes, atau JJ Rousseau daripada para pemikir politik Islam. Sebab, yang diajarkan adalah tatanegara sekular, bukan tata negara Islam. Sekularisme juga jelas tampak dalam pelajaran sosiologi. Dijelaskan, misalnya, bahwa yang dimaksud dengan sanksi agama adalah sanksi yang diberikan di akhirat; di dunia sanksi agama tidak ada. Hal yang jelas bertolak belakang dengan Islam yang mengajarkan negara harus memberikan sanksi terhadap para pelakukan kriminal, bukan di akhirat, tetapi di dunia ini.

Menguatnya kapitalisasi pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa dipisahkan dari sejarah kolonialisasi di Indonesia. Sejak awal, penjajah memang memformat sistem Indonesia menjadi sistem Kapitalisme, bukan sistem Islam. Dengan demikian, meskipun Indonesia merdeka, penjajahan tetap berlangsung. Penjajahan dilakukan lewat sistem sekular yang dijalankan oleh para pemimpin yang memang dididik oleh penjajah untuk mengokohkan sistem sekular ini.

Kebijakan ekonomi Indonesia yang kapitalistik tidak bisa dilepaskan dari peran intelektual yang dididik oleh Barat. Intelektual yang tergabung dalam mafia Berkeley, misalnya, menjadi perumus kebijakan ekonomi Indonesia yang kapitalistik. Dunia pendidikan juga dirancang oleh intelektual yang dididik oleh Barat. Jadi, intervensi ini terjadi lewat sistem negara yang sekular dan para intelektualnya.

Bahkan rancangan UU pun dibuat untuk kepentingan negara kapitalis. Muncullah UU Migas, UU Kelistrikan, UU Sumber Daya Air, dan UU Penanaman Modal yang makin mengokohkan Kapitalisme dan membawa derita rakyat di Indonesia. Campur tangan asing dalam pembuatan undang-undang ini sangat nyata. ADB dan USAID, misalnya, secara terbuka dalam situsnya mengakui telah membantu membuat UU Minyak dan Gas yang sangat merugikan rakyat itu. Intervensi itu pun nyata dalam dunia pendidikan. Ironis.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *