“Selalu secara eksplisit atau implisit dalam retorika kebijakan pemerintah bertujuan untuk mempromosikan prinsip-prinsip demokrasi, toleransi, hak asasi manusia dan pemerataan pembangunan. Namun, sebenarnya dengan keluarnya Perppu Ormas lalu menjadi UU Ormas ini adalah secara sistematis bertabrakan dengan prinsip-prinsip yang mereka yakini.” Ujar Direktur CAF Lutfi Sarif H. kepada BERKIBARNEWS (16/11).
Ia menjelaskan setelah kita mempelajari isinya, terdapat pasal-pasal yang menyentil hak-hak berserikat warga dan sangat berpotensi tampilnya rezim lebih represif lagi di masa-masa mendatang.
“Padahal masyarakat lebih membutuhkan peraturan yang tidak didirikan atas pemberangusan hak-hak untuk menyuarakan pendapat, kritik ataupun protes.” Kata Lutfi.
Lutfi berpendapat bahwa selama harapan rakyat masih tegak mendambakan pemerintah yang jujur dan adil, malah yang tergambar ke depan justru pemerintah mengklaim bahwa keluarnya UU yang dikatakan mampu menyelesaikan satu gangguan di NKRI ini, dengan menyasar gerakan-gerakan Islam yang distempel ‘anti Pancasila’.
“HTI dan simpatisannya sebagai target pertamanya. Alih-alih meredakan, yang terjadi gelombang kekecewaan dan protes masyarakat atas kebijakan yang dirasa tidak ‘bijaksana’ ini.” Ungkap dia.
“Pada saat yang sama, rakyat sedang menjerit soal utang negara, pengelolaan dana Haji, telah menaikkan harga listrik, memberlakukan liberalisasi sektor migas, dan problem freeport.” Imbuhnya.
Ia mengakhiri pernyataannya bahwa dengan tindakan ekonomi bunuh diri dengan menggunakan corak kebijakan liberalistik, ekonomi Indonesia tidak akan pernah bisa berkembang menjadi kuat.[]
Sumber: berkibarnews.com