UU Ciptaker Omnibus Law disahkan DPR, Aktivis ’98: Diduga Kuat Ada Desakan dari Kapitalis

Mediaumat.news – Pengesahan UU Ciptaker Omnibus Law oleh DPR hari Senin kemarin lewat Sidang Paripurna menuai kritikan dari berbagai pihak, termasuk Aktivis ’98 Agung Wisnuwardana yang menilai bahwa pengesahan UU ini menunjukkan keterburu-buruan karena diduga ada desakan dari para kapitalis.

“UU Ciptaker Omnibus Law ini dibuat dengan penuh keterburu-buruan. Keterburu-buruan ini diduga kuat ada kepentingan pihak-pihak besar yang menginginkan agar UU ini segera disahkan. Siapa mereka? Mereka tidak lain dan tidak bukan tentulah para kapitalis, para pemegang modal, para pihak-pihak yang menginginkan ekstraksi penjajahan terhadap SDA yang ada di negeri ini,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Selasa (06/10/2020).

Menurutnya, salah satu alasan, kenapa ia mengatakan keterburu-buruan ini adalah terkait dengan pencabutan kewenangan pemerintah daerah dalam mengeluarkan Amdal dan Izin Lingkungan sehingga semua terpusat ke pemerintah pusat.

Amdal adalah analisis mengenai dampak lingkungan. “Amdal ini adalah sebuah kajian ilmiah bukan kajian sembarangan mengenai dampak-dampak yang kemungkinan diprediksi akan terjadi apabila suatu usaha atau kegiatan dilaksanakan. Apakah itu terkait dengan dampak lingkungan hidup, lingkungan sosial maupun lingkungan ekonomi masyarakat sekitar akan direncanakannya sebuah usaha,” terangnya.

Ia melanjutkan lewat sebuah Amdal inilah nanti akan diketahui seberapa besar dampak itu bisa dimitigasi, bisa dicegah, bisa dihindari. Inilah yang menjadi prasyarat penting untuk dikeluarkannya izin lingkungan oleh pemerintah. “Amdal ini bukan berdiri sendiri, namun dia terkait dengan dokumen-dokumen penting lainnya yaitu dokumen KLHS misalnya, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, kemudian dokumen RTRW, Rencana Tata Ruang Wilayah, kemudian RDTM, Rencana Detail Tata Ruang,” ujarnya.

Dan semua ini, menurutnya, dikumpulkan dalam sebuah dokumen namanya dokumen RPPLH, Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Dan ini menjadi amanah dari UU nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” bebernya.

RPPLH ini, lanjut Agung, berbagai daerah sudah mempersiapkan semuanya sementara di pusat, belum ada RPPLH. Belum ada peraturan pemerintah tentang RPPLH. Inilah isu strategis yang cukup sangat berbahaya. Kenapa?

“Ketika nanti semua izin-izin lingkungan itu diserahkan kepada pusat, sedangkan pusat belum ada peraturan pemerintah tentang RPPLH, inilah yang berbahaya. Nanti bisa jadi, UU yang sudah jalan tapi peraturan pemerintah tentang RPPLH belum ada sama sekali. Akhirnya apa? Lingkungan hidup bisa beresiko semakin rusak oleh adanya usaha-usaha besar yang melakukan ekstraksi terhadap SDA yang ada di Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, Agung menilai isu ini sangat strategis. Di tengah peraturan pemerintah tentang RPPLH yang belum ada, UU Ciptaker ini sudah ditetapkan nanti bisa jadi diduga kuat izin-izin lingkungan akan dikeluarkan tanpa mengacu pada suatu proses peraturan pemerintah tentang RPPLH.

“Akhirnya, lingkungan hidup kita akan semakin rusak dan lingkungan hidup kita tidak akan berkelanjutan. Inilah yang menjadi persoalan besar yang seharusnya pemerintah negeri ini beserta DPR memikirkan sampai sejauh itu,” ungkapnya.

Menurutnya, UU ini tentu akan menyenangkan para kapitalis. “Cukup mereka kuasai pemerintah pusat maka semuanya beres. Ini dugaan yang kuat bisa terjadi dikaitkan dengan konteks Amdal dan izin lingkungan yang sekarang semua di pusat,” bebernya.

Dia tidak sependapat meskipun banyak yang mengatakan bahwa dengan UU ini, bentuk penyederhanaan dan pengintegrasian akan jauh lebih mudah. “Mudah tetapi tidak ada patokan terkait dengan RPPLH. Ini adalah penyederhanaan yang ngawur dan akan sangat membahayakan buat lingkungan hidup Indonesia,” tegasnya.

 

Menyengsarakan Rakyat

Menurut Agung, rakyat harus berbicara keras dan tidak boleh berhenti protes karena ini semakin menunjukkan bahwa diduga kuat pemerintah negeri ini dan DPR bukan berpihak kepada rakyat tetapi berpihak kepada para pemegang modal, sehingga tidak salah bila beberapa pihak mengatakan bahwa kapitalis sedang berpesta pora dengan disahkannya UU Omnibus Law.

“Wajar bila beberapa pihak mengatakan bahwa disahkannya UU Ciptaker ini adalah pesta pora para kapitalis, sedangkan rakyat menjadi sengsara,” ujarnya.

Akhirnya, ia berpesan kepada rakyat Indonesia baik Muslim maupun non Muslim untuk berpikir kembali, apakah sistem kapitalisme yang menyebabkan rezim baik eksekutif maupun legislatif berpihak pada para kapitalis, para pemegang modal ini akan tetap dilanjutkan?

“Saya mengatakan sistem kapitalisme ini merusak sehingga harus segera dihentikan,” tegasnya.

Dan dalam konteks ini, Agung menyarankan Islam sebagai solusinya. “Dan inilah yang menjadi dasar berpikir untuk tegaknya syariah dan khilafah. Syariah dan khilafah hadir untuk memberikan keselamatan, kemaslahatan buat semua, rahmat buat semua Muslim maupun non Muslim,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: