Utusan Khusus L68T AS Batal ke RI, UIY: Persoalan Baru akan Mulai

Mediaumat.id – Batalnya kunjungan Jessica Stern utusan khusus Amerika bidang L68T ke Indonesia bukanlah indikasi selesaianya masalah tetapi justru dinilai Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) sebagai penanda dimulainya persoalan baru.

“Saya kira tidak jadinya utusan khusus L68T dari Amerika Serikat ke Indonesia bukan berarti persoalan selesai, justru menurut saya ini persoalan baru akan mulai,” tuturnya dalam acara Fokus: Ada Apa di Balik Rencana Kedatangan Utusan Khusus L68T+ AS ke Indonesia, Senin (5/12/2022) melalui kanal You Tube UIY Official

Di dalam RKUHP yang disahkan sudah dihapus pasal pemidanaan L68T. “Artinya sudah tidak ada soal lagi. Kalau sudah enggak ada soal kenapa pula dia harus datang. Saya kira di situ jawabannya kenapa kok kedatangan utusan khusus L68T ini batal. Misi mereka sudah selesai tanpa datang,” ungkapnya.

UIY lalu menjelaskan misi yang dimaksud, bahwa untuk bisa meningkatkan jumlah L68T mereka berupaya melalui 3 tahap, social acceptance (penerimaan masyarakat), political acceptance (penerimaan politik), legal acceptance (penerimaan negara).

“Di Indonesia tampaknya mereka sedang berusaha meraih di level yang paling pertama yaitu penerimaan sosial. Mereka berusaha keras agar pelaku L68T tidak dianggap melakukan perbuatan kejahatan atau pidana,” bebernya.

Dengan dihapusnya pasal pemidanaan L68T, ujar UIY, tidak ada diktum legal yang bisa dijadikan alas hukum untuk melakukan penindakan secara umum atas mereka.

“Malahan yang terjadi nanti, siapa saja yang melakukan persekusi terhadap kaum L68T bisa dipersalahkan secara hukum. Artinya mereka sudah berhasil meraih penerimaan sosial,” tukasnya.

Meski demikian, UIY mengatakan tidak mudah untuk bisa meraih penerimaan sosial karena ada norma hukum dan norma agama. “Kita tahu Islam sangat menentang keras soal itu. Dan saya kira ini menjadi benteng yang sangat keras untuk mereka tembus dalam meraih secara penuh penerimaan sosial apalagi penerimaan politik, lebih-lebih pelegalan negara,” tandasnya.

Namun, UIY mengingatkan keras bukan berarti tidak bisa. Ia mencontohkan perjuangan L68T di Amerika yang sekitar tahun 1950-an L68T sangat ditentang oleh masyarakat Amerika yang puritan.

“Tetapi ternyata waktu kemudian membuktikan 60 atau 70 tahun kemudian persisnya tahun 2015 publik Amerika menyaksikan bahwa pada akhirnya mereka harus menerima apa yang dulu tahun 50-an mereka tentang keras. Bukan hanya L68T-nya bahkan pernikahan sejenis mereka harus terima. Melalui voting di Mahkamah Agung Amerika, mereka menang 5 lawan 4. Artinya pernikahan sejenis itu legal di seluruh negara bagian,” urainya.

Tak Ada Pidana

UIY menilai, tidak adanya pasal pemidanaan di KUHP bahwa L68T itu bukan kejahatan itu poin paling penting.

“Kalau dia bukan kejahatan maka siapa saja yang melakukan itu tidak boleh dipersalahkan . Jika pun dipersalahkan secara norma sosial ataupun norma agama tapi dia tidak boleh dihukum. Ketika dia tidak boleh dihukum maka sebenarnya sama saja dengan mempersilahkan orang untuk melakukan apa yang dia maui,” sesalnya.

UIY menekankan pentingnya menyebut L68T sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an sebagai perbuatan fahisah (keji). “Kita tidak boleh mundur satu inci pun dari menyebut fahisah. Harus dipopulerkan lagi istilah L68T itu fahisah,” ajaknya.

Fahisah dalam penjelasan ayat dikatakan sebagai kemungkaran besar yang sangat menjijikkan. Hukumannya pun luar biasa. “Barang siapa yang mendapati orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah keduanya, yang menghomoi dan yang dihomoi,” ucap UIY membacakan hadits.

Hukuman ini, tegas UIY, akan menghentikan penyebaran L68T. Tetapi ketika tidak ada tindakan hukum korban-korban baru akan semakin banyak.

Terlebih, sambungnya, L68T hari ini justru mendapat dukungan lebih dari 30 negara serta komunitas yang memiliki kekuatan finansial seperti FaceBook atau Instagram.

Bahaya

UIY menegaskan antara HIV, AIDS dengan gay itu sangat dekat. “Di Indonesia juga begitu. Penularan HIV itu meningkat secara signifikan dari 6 persen tahun 2008, menjadi 8 persen tahun 2010, kemudian 12 persen tahun 2014. Sementara jumlah penderita HIV di kalangan PSK itu cenderung stabil hanya 8-9 persen saja,” ungkapnya.

UIY heran antara fakta keburukan yang sudah demikian terang benderang dengan langkah tidak cocok. “Sudah tahu bahwa gay atau homoseksualitas atau L68T secara umum itu sebagai sumber penyakit HIV tapi masih dibiarkan. Makanya Al-Qur’an menyebut manusia itu sebodoh-bodohnya. Sudah tahu bahaya masih juga dijalankan,” herannya.

Untuk bisa menghentikan L68T ini, menurut UIY, harus ada peran negara yang menerapkan syariah Islam kaffah.

“Dalam Islam negara didirikan untuk penerapan syariah agar bisa lahir kerahmatan bagi seluruh alam. Menegakkan yang makruf menghentikan yang mungkar. Bukan kebalik-balik seperti sekarang menyuruh yang mungkar, yang makruf ditahan. Begitu mau mendapat ridha Allah? Enggak bisa!” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

 

Share artikel ini: