Utopis?
Oleh: Fajar Kurniawan
Sebagian kalangan berargumen bahwa Khilafah tidak wajib, bahkan utupia. Dinyatakan, “Khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan adalah fakta sejarah yang pernah dipraktikkan oleh Khulafaur Rasyidin. Khilafah adalah model yang sangat sesuai dengan eranya… Masa itu umat Islam sangat dimungkinkan untuk hidup dalam satu sistem khilafah. Pada saat umat manusia bernaung di bawah negara-negara bangsa (nation states) maka sistem Khilafah bagi umat Islam sedunia kehilangan relevansinya. Bahkan membangkitkan kembali ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah sebuah utopia.”
Pernyataan ini bertentangan dengan penjelasan Syaikh al-Islam al-Hafizh Abu Zakaria an-Nawawiy al-Asy’ari asy-Syafii saat beliau men-syarh salah satu hadis riwayat Imam Muslim:
Makna hadis ini adalah: jika dibaiat seorang khalifah setelah pembaiatan seorang khalifah, maka baiat yang pertamalah yang sah… Adapun baiat yang kedua adalah batil… Haram bagi orang yang dibaiat yang kedua untuk menuntut Kekhilafahan… baik keduanya di dua negeri yang berbeda atau di satu negeri yang sama… Inilah yang benar menurut maszahab kita—para ulama Syafiiyyah—serta pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama… Para ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh diangkat dua khalifah pada masa yang sama, baik Darul Islam telah menjadi luas atau belum…
Jelas, menurut Imam an-Nawawi, Khalifah itu harus satu, tidak boleh lebih, meski Darul Islam telah menjadi luas.
Lalu bagaimana dengan klaim bahwa Khilafah itu utopia? Jawabannya sederhana sekali. Pertama: Bagaimana mungkin suatu yang diwajibkan oleh syariah disebut utopia? Kedua: Jika Khilafah itu utopia, mengapa George Bush beberapa tahun yang lampau begitu cemas sehingga menyatakan komitmennya, “We should open new chapter in the fight against enemies of freedom, against those who in the beginning of XXI century call Muslims to restore caliphate and to spread sharia?”[]