Usulan Klasifikasi Pelaporan Covid, Ilmuwan: Untuk Apa?

 Usulan Klasifikasi Pelaporan Covid, Ilmuwan: Untuk Apa?

Mediaumat.news – Pelaporan kasus kematian covid 19 di Jawa Timur berada di tingkat paling tinggi di skala nasional, jumlahnya hampir lebih 2 kali lipat dibandingkan dengan episentrum pertama penyebaran covid 19 di Jakarta, berdasarkan hal tersebut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyurati kemenkes agar dibuat klasifikasi definisi kematian antara yang murni karena Covid-19 atau yang meninggal karena komorbiditas atau penyakit bawaan.

Menanggapi hal tersebut pakar biologi molekuler Ahmad Rusydan Handoyo Utomo, Ph.D. mempertanyakan untuk apa pemisahan tersebut.  “Untuk apa? Jadi punya kesamaan antara yang ada komorbid atau tidak, namanya kritis itu perlu ventilator, dan kita tahu jarang sekali orang yang punya penyakit diabetes atau hipertensi meninggal dengan jumlah yang sangat banyak dalam waktu yang relatif singkat,” jelasnya dalam program Kabar Malam, (22/9/2020) di kanal YouTube Khilafah Channel.

Ahmad juga menambahkan pertanggungjawaban penguasa dalam menangani Covid-19 di depan Allah SWT pun sama, apabila pemisahan definisi itu untuk memperbagus tata kelola menangani masyarakat atau membuat sistem yang lebih bagus untuk melayani masyarakat itu tidak masalah. “Tapi kalau mengganti untuk menurunkan angka, agar terlihat lebih bagus, Allah pasti akan tetap tanya di akhirat nanti,” jelasnya.

Ada dua efek yang diakibatkan Covid-19 ini, tergantung sebanyak apa seorang pasien terpapar partikel virus, tekanan pembuluh darah akan terganggu karena virus ini, jadi saat partikel virusnya sedikit namun pasien mempunyai penyakit komorbid seperti hipertensi atau diabetes makan akan menjadi lebih rentan dan cepat merusak.

“Virus ini  kan merusak sel atau menganggu sistem pembuluh darah dalam tekanan darah, ketika virus ini masuk ini membuat ACE2 reseptor itu berkurang, dan dampaknya adalah secara cepat akan mengganggu pola tekanan darah dan membuat inflamasi, itu yang membuat pasien-pasien dengan komorbid itu menjadi lebih rentan,” jelas Ahmad.

Ada juga yang tidak punya penyakit komorbid namun terus menerus bertemu orang dengan gejala Covid-19, dia akan menabung virus dan ujungnya bisa kritis, oleh karena itu tidak perlu dipisahkan, para dokter pun tahu saat melihat pasien arahnya ke mana, komorbid atau pun tidak, arah kerusakannya sama.

“Jadi menjadi pertanyaan kenapa harus diganti definisinya, kenapa harus dipisahkan, karena Covid-19 ini kita sudah tahu banyak datanya, seperti apa kerusakan yang ditimbulkan. Kerusakan paru yang parah adalah tanda unik dari kematian covid ini,” pungkas Ahmad.[] Fatih Solahuddin

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *