Mediaumat.news – Terkait penangkapan Penceramah Ustaz Yahya Waloni pada Kamis (26/8) karena dugaan penistaan agama, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pelita Umat (LBH PU) Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. memberikan pendapat hukumnya (legal opinion).
“Dalam perkara Ustaz Yahya Waloni, apabila melihat background keagamaan, pendidikan dan profesi Ustaz Yahya Waloni sebelum memeluk Islam, bisa saja muncul persepsi publik, beliau memiliki otoritas untuk menyampaikan hal yang berkaitan apa yang dipahami,” ujarnya dalam pers rilis yang diterima Mediaumat.news, Sabtu (28/8/2021).
Ia juga memandang, penetapan sebagai tersangka dengan jeratan pasal berlapis, mulai dari Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45a ayat (2) UU ITE hingga Pasal 156a KUHPidana tentang penodaan agama, semestinya diuji dalam mimbar akademik dan ilmiah dulu.
Kalaupun harus diuji di pengadilan terkait benar-tidaknya pernyataan Yahya Waloni, ia berharap aparat penegak hukum dapat mempertimbangkan untuk tidak melakukan penahanan sampai terdapat putusan atau vonis dari majelis hakim. “Seperti pada kasus Ahok atau syarat subjektif Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” ungkapnya menafsirkan pasal yang berbunyi:
‘Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.’
Lebih lanjut, Chandra berpendapat demikian bukannya tanpa alasan. Sebab, apabila tetap diuji di dalam persidangan, ia khawatir malah menimbulkan perdebatan atau diskusi secara terbuka tentang ketuhanan/teologi atau ajaran agama atau isi kitab.
“Mengingat persidangannya bersifat terbuka untuk umum. Terlebih lagi apabila terdakwa dan kuasa hukumnya mampu mempertahankan dengan berbagai argumentasi dan dalil-dalil,” pungkasnya.[] Zainul Krian