Ustaz Taufik: Menentang Kebenaran Itu Lebih Berbahaya

Mediaumat.id – Menjawab pertanyaan apakah dakwah menentang kezaliman itu membahayakan diri, Ulama Aswaja Banjarmasin Ustaz Muhammad Taufik Nusa Tajau, S.Pd., M.Si. mengatakan bahwa yang lebih berbahaya adalah menentang kebenaran.

“Yang lebih berbahaya sebetulnya bukan ketika kita menentang sebuah kezaliman. Yang lebih berbahaya itu ketika kita menentang kebenaran,” tuturnya dalam acara Dialog Ramadhan: Bahaya Melawan Kebenaran, Ahad (10/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Chanel Reborn.

Menurut Ustaz Taufik, orang yang menentang kebenaran itu sama saja menentang Allah SWT. “Allah yang lebih kuat, ditentang. Itu yang bahaya!” Seru Ustaz Taufik mengingatkan.

Sementara, lanjutnya, orang yang menyampaikan kebenaran dia menjalankan perintah Allah SWT, dia menyampaikan perintah Allah Ta’ala, Allah pelindungnya.

Menurutnya, para penentang Allah itu mereka berakhir tragis. Contohnya, Utbah bin Rabiah seorang intelektual, cerdas, bijak, punya integritas hingga digelari sebagai syaiful jahiliyah (orang hebat di masa jahiliah). “Tetapi kepiawaiannya, kecerdasannya disalahgunakan untuk melawan Baginda Rasulullah SAW. Akhirnya ia binasa dalam Perang Badar,” ungkapnya.

Sebaliknya bagi pengemban kebenaran, pengemban dakwah, diterima atau ditolak itu sebetulnya ada manisnya. Ia mengutip perkataan Huzaifah bin al-Yaman bahwa sesungguhnya kebenaran itu memang berat dan sesungguhnya dengan keberatan dari mengemban kebenaran itu ada manisnya.

“Jadi, manisnya itu bersama kebenaran itu, bukan di ujungnya tapi saat melakukan kebenaran itu sudah Allah berikan rasa manis berupa keberkahan dan ketenangan,” tegasnya.

Tapi, lanjutnya, ketika melakukan kebatilan apalagi menentang kebenaran meskipun mungkin fisiknya kuat, gagah, perkasa, berkuasa, tapi bersamaan dengan itu Allah berikan bahaya.

Ustaz Taufik menegaskan bahwa bahaya itu diukur sejauh mana manusia itu bakalan selamat di akhirat. Diceritakan oleh Imam ad-Dhahabi di dalam kitab Siyar a’lam an-Nubala bahwa Imam Ahmad ditanya, “Wahai Abu Abdillah bagaimana engkau memandang? Kok kebatilan itu sekarang ini menang melawan kebenaran. Buktinya engkau dipenjarakan. Berarti yang batil yang menang yang benar kalah.”

Imam Ahmad menjawab, “Sekali-kali tidak begitu, sesungguhnya kemenangan kebatilan atas kebenaran itu adalah ketika hati itu berubah dari hati yang condong kepada kebenaran condong kepada petunjuk, berubah menjadi pengikut kesesatan. Sementara hati-hati kami itu tidak berubah sedikit pun tetap menetapi kebenaran.”

Ustaz Taufik menyimpulkan bahwa sebetulnya ketika membawa kebenaran itu tidak ada bahaya apa pun. Kalau ada siksaan secara fisik itu adalah bentuk kemenangan, ketika hati itu tetap tsiqah, tetap teguh, tetap istiqamah menetapi kebenaran.

Menurutnya, umat Islam dituntut oleh Allah SWT punya visi yang jauh ke negeri akhirat. Kehidupan dunia ini cuma sebentar. Dalam surah al-Ma’arij itu satu hari di sisi Allah itu 50.000 tahun hitungan manusia. Hidup di dunia ini seperti hitungan menit saja.

“Enggak masuk akal kalau dalam hidup beberapa menit itu kita berbuat yang membuat kehidupan kekal kita bakalan susah. Sehingga bagi yang menyampaikan kebenaran, ditanggunglah hidup yang sebentar ini. Taatilah Allah SWT, serukan apa yang telah Allah perintahkan. Al-Qur’an yang telah Allah turunkan di bulan yang mulia ini bagaimana bisa mengamalkannya,” ajaknya.

Ia menilai manusia itu kadang tertipu. Merasa ketika Al-Qur’an sudah dikaji, ditadarusi berkali-kali khatam, sudah merasa mendapatkan kenikmatan spiritual.

“Imam al-Ghazali mencontohkan itu seperti orang mendapatkan surat dari Tuannya. Suratnya dibaca bolak-balik, diperlombakan baca surat, tetapi perintah dalam surat dari Tuannya itu tidak pernah dilaksanakan. Ini tertipu!” tegasnya.

“Adapun halangan itu pasti. Allah akan membantu para penyampai kebenaran itu dengan meneguhkannya di kehidupan dunia ini, juga di akhirat. Menolong Allah berarti mengamalkan Islam, mendakwahkan Islam,” ujarnya.

“Kalau dalam tafsir pertolongan Allah itu bisa termasuk juga menguatkan jasad fisik kita. Dalam tafsir As Sa’di begitu. Awalnya sakit-sakitan, tapi untuk urusan dakwah kuat, yang biasanya naik mobil mabuk untuk urusan safar dalam dakwah insyaAllah enggak mabuk,” contohnya.

Ia mengingatkan, pertolongan Allah bagi pengemban dakwah itu tidak semata-mata berupa kenikmatan fisik. Hartanya jadi mudah tidak semata-mata itu, tapi Allah berikan rasa kebahagiaan, rasa ketentraman.

“Bagi yang menentang dakwah, Ingat hidup anda juga sebentar!” tukasnya.

Bahkan, katanya, enggak ada yang tahu kapan Allah kirimkan Izrail untuk mengambil setiap nyawa. Tetapi ketika sebentar itu dilakukan untuk menentang kebenaran, kerugiannya itu tidak selesai dengan matinya orang tersebut. Ketika mati itu justru awal penderitaan.

“Yakin saja, kecuali orang yang tidak yakin kepada Allah ya sudah semau mereka silakan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: