Ustaz Taufik: Boleh Melaksanakan Adat, Asalkan…

Mediaumat.id – ‘Urf (adat kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi) dinilai bisa dilaksanakan asalkan berdasarkan syariat Islam.

“Perbuatan ini sejak dari awal itu mestinya bisa dilaksanakan berdasarkan syariat,” ujar Pengasuh MT Darul Hikmah Banjar Baru Ustadz Muhammad Taufik Nusa Tajau dalam Kajian Afkar Islam: ‘Urf, Dalil untuk Tradisi? di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Senin (21/11/2022).

Pasalnya, apabila suatu adat sejak awal sudah terindikasi melanggar ketentuan hukum Islam dan meskipun dilakukan berulang-ulang hingga menjadi adat, kata Ustaz Taufik, tetap saja termasuk pelanggaran syariat.

Ia pun mengutip pendapat Imam Al-Ghazali dan Asy-Syafi’i yang menyampaikan, seorang mukallaf tidak diperkenankan melakukan suatu perbuatan sehingga dirinya mengetahui hukum-hukum Allah SWT tentang perbuatan termasuk pula yang disebut sebagai adat-istiadat itu. “Enggak kemudian sembarangan jadi adat, jadi boleh, enggak,” cetusnya.

Untuk diketahui, Ustaz Taufik menyampaikan hal demikian terkait munculnya polemik sikap yang menurutnya kurang sinkron di tengah masyarakat, antara ‘urf dengan syariat.

Dahulu, bebernya, sekitar bulan September 2015, seorang Anggota Rais Am PBNU KH Masdar F Mas’udi melontarkan ide kontroversi dengan mengusulkan pelaksanaan ibadah haji bukan hanya di bulan Dzulhijjah, tetapi juga di bulan Syawal dan Dzulqa’dah dengan dalih menghindari insiden serupa Tragedi Mina (2/7/1990) yang merenggut ribuan jiwa.

Namun terlepas itu, maksud Ustaz Taufik, betapa gencar keinginan untuk mengubah syariat yang sudah ada ketentuan baku seperti halnya seputar waktu pelaksanaan ibadah haji tersebut.

Begitu pula soal sesajen, dupa, doa lintas agama. “Dalam rangka apa? Pelestarian budaya dan adat,” tandasnya.

Sementara ada pula keinginan lain menjadikan pakaian adat menjadi salah satu seragam sekolah. “Jadi seolah-olah ini membela adat,” tambahnya, sembari mengulas kejadian seorang guru SMA yang malah terancam dipecat gegara menasihati muridnya untuk berkerudung pada Kamis (3/11) lalu.

“Mestinya kalau ini dianggap adat juga, kenapa kerudung enggak dipandang sebagai adat, kan sudah biasa itu,” ujarnya, berkaitan dengan pakaian adat menjadi seragam sekolah itu.

Dengan kata lain, dikarenakan sudah biasa dipakai para siswi di sekolah-sekolah, Ustaz Taufik menanyakan mengapa kerudung enggak dipandang sebagai adat pula.

Bahkan baru-baru ini, tambahnya, menteri agama yang menyatakan bahwa Islam adalah agama pendatang dari tanah Arab.

Padahal selama tidak menyelisihi syariat, Islam tidak akan mempermasalahkan suatu ‘urf, konvensi atau adat. Sebaliknya, kalau menyelisihi hukum syariat, sebuah adat enggak bakalan boleh dipakai.

Namun tidak serta-merta pelaksanaan adat mendatangkan pahala di sisi Allah SWT. “Adat yang sesuai itu diubah motivasinya sehingga dia lakukan itu karena hukum syariat, bukan karena adat,” jelasnya, yang dengan begitu akan mendatangkan pahala dimaksud.

Ubah Tradisi

Atau malah dengan Islam diharapkan bisa mengubah suatu tradisi, sebagaimana setelah turunnya ayat mengenai batasan jumlah istri paling banyak empat orang, ada seorang sahabat ketika itu memiliki delapan orang istri.

“Dari Qais bin Harits, ia berkata: Aku masuk Islam sedang aku memiliki delapan istri, lalu aku menghadap Nabi SAW, kemudian aku terangkan kepadanya hal itu, lalu beliau bersabda, ‘Pilihlah empat di antara mereka’,” demikian bunyi hadits riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah.

Juga dengan mengubah tradisi mahar pernikahan yang relatif mahal ataupun kebiasaan meminum khamr. “Islam itu justru menyuruh yang baik,” sebutnya.

Kepada tawanan perang sekalipun, diperintahkan untuk memberi makanan, sebagaimana riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa pasca-Perang Badar, Abu Aziz bin Umair bin Hisham, saudara kandung dari Mushab bin Umair berkata:

‘Aku tertawan oleh sekelompok orang Anshar. Saat makan siang atau malam dihidangkan, mereka mengkhususkan aku dengan roti, sementara mereka sendiri makan kurma biasa,” ucapnya.

Lantaran itu kalau tempo hari ada pejabat publik ngomong Islam agama pendatang dan harus menyesuaikan dengan adat sini, dinilai sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Kiai Misbah Mustofa yang bagi kaum Muslim, khususnya warga Nahdliyin, mengenangnya sebagai seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh, Bangilan, Tuban, Jawa Timur.

Jelasnya, Islam memerintahkan agar kaum Muslim senantiasa berbuat baik dengan tetap menjadikan hukum syariat sebagai landasannya.

Seperti dikutip dari kitab Tafsir al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil yang ditulis oleh KH Misbah bin Zainal Mustofa atau yang biasa dikenal dengan nama KH Misbah Mustofa, beliau menegaskan, kalau memang adat itu tak sesuai syariat maka ditolak saja.

Atau jika dinilai benar, sebagaimana yang ia jelaskan tadi, langkah selanjutnya adalah memperbaiki motivasi maupun niat berikut landasannya yang bukan sekadar adat tetapi lebih dari itu yaitu harus ada dalil syariatnya.

Sebutlah penyajian sesajen ketika memulai membangun rumah, membanting kendi pada gelaran pernikahan, membawa ari-ari bayi mengelilingi rumah lantas menguburnya dengan dipasang lampu penerangan, dan yang lainnya.

“Semua itu kata beliau, mengikuti cara kehidupan orang bodoh atau kafir jahiliah,” pungkasnya, seraya menyinggung ketegasan dari sosok Kiai tersebut.[] Zainul Krian

Share artikel ini: