Mediaumat.news – Untuk mewujudkan negeri baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghaffur, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) mengungkap ada tiga pilar penting.
“Berbicara tentang apa yang disebut baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghaffur itu, saya melihat dia tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar penting,” tuturnya dalam acara Diskusi Ramadhan: Mewujudkan Negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghaffur pasca Ramadhan, Ahad (9/5/2021) di kanal YouTube Khilafah Channel.
Pertama, pilar filosofi. Ustaz MIY mengatakan, baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghaffur itu pasti punya basis filosofi. “Filosofinya itu filosofi transendental bukan filosofi imanen. Filosofinya spiritual bukan material,” ujarnya.
Menurutnya, baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghaffur itu tidak bisa dilepaskan dari kalimat thayyibah. “Kalimat thayyibah ini jelas sekali disebut Allah dalam surah Ibrahim yang artinya, ‘Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya’. Apa kalimat thayyibah? Kalimat thayyibah itu tidak bisa keluar dari kalimat laa Illaha Illallah Muhammad Rasulullah,” jelasnya.
“Ini semestinya yang menjadi basis filosofi kalau kita ingin negeri kita ini menjadi baldatun thayyibah itu,” tegasnya.
Kedua, pilar regulasi. Menurutnya, pilar ini ditentukan oleh pilar pertama yakni basis filosofi. “Aturan-aturan yang ditetapkan itu kalau basis filosofinya itu basis transendental, basis spiritual dan kalimat thayyibah maka dia tidak akan keluar dari regulasi yang bersumber dari kalimat thayyibah itu,” ujarnya.
“Itulah syariat Allah karena kalimat thayyibah itu laa Illaha Illallah. Maka regulasinya adalah regulasi yang berakar dari laa Illaha Illallah,” tegasnya.
Ketiga, pilar institusi. Ustaz MIY menilai institusi itu sebenarnya alat atau perangkat yang digunakan untuk mengeksekusi regulasi. “Regulasi itu merupakan refleksi konkret dari basis filosofi. Jadi, institusi itu tidak bisa dilepaskan dari regulasi dan basis filosofi. Di balik institusi itulah manusia,” ungkapnya.
“Inilah secara ringkas gambaran negeri baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghaffur itu bisa terwujud,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it