Ustaz MIY: Penduduk di Kalimantan Sedang Mengalami Dampak dari Kebijakan yang Bertumpu pada Ideologi Kapitalis

Mediaumat.news – Terjadinya banjir besar di Kalimantan Selatan yang terbesar sejak 50 tahun terakhir menurut Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan yang bertumpu pada falsafah ideologi kapitalisme.

“Jadi sekarang ini penduduk di Kalimantan sedang mengalami dampak dari kebijakan-kebijakan yang bertumpu pada falsafah ideologi kapitalis, saya kira poinnya di situ,” ujarnya dalam acara Fokus: Banjir Besar Kalsel, Salah Siapa? Ahad (24/01/2021) di kanal YouTube Fokus Khilafah Channel.

Ustaz MIY mengatakan adal tiga perspektif terkait banjir di Kalimantan ini. Pertama, perspektif teknis yaitu ada drainase yang mampet, tidak mencukupi kapasitasnya, bahkan tidak ada drainase sama sekali, pasang surut air laut dan curah hujan.

Kedua, perspektif politis atau persoalan policy (kebijakan). Kalimantan mengalami deforestasi atau penurunan luas hutan yang sangat drastis bukan terjadi secara tiba-tiba, tidak mungkin hutan itu hilang begitu saja, pasti ada yang menghilangkan atau menebanginya. Yang menebangi itu pun pasti punya dasar dan dasar itu lahir dari keputusan politik.

Ia mengungkapkan sekarang ini ada penambangan batu bara yang luar biasa besar di Kalimantan, di sana ada tujuh pemilik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang mencakup lebih dari 300.000 hektare area tambang batu bara. Dan itu pasti memakan area hutan, padahal area hutan itu selain dimakan oleh tambang batubara juga dimakan oleh area kebun sawit.

“Jadi ini soal politis, soal bagaimana pemerintah mengambil kebijakan di dalam pengelolaan sumber daya alam,” ucapnya.

Ketiga, perspektif filosofis ideologis, yaitu kebijakan yang diambil ini dipengaruhi oleh cara berpikir kapitalistik atau bisa dikatakan kebijakan yang digerakkan oleh kepentingan-kepentingan material, digerakkan oleh kepentingan pemilik modal. Jadi ini semua pangkalnya di sana.

Ustaz MIY menilai, bahwa bagi pemilik modal atau para kapitalis nilai yang paling tinggi itu adalah keuntungan. Contohnya keuntungan dari hutan ya ditebang, keuntungan dari tambang ya dikeruk, meskipun itu menghancurkan ekosistem di sana. Mereka tidak mempedulikan aspek-aspek yang lebih substansial yaitu, harmonisasi lingkungan, ketahanan lingkungan, perlindungan lingkungan dan keamanan penduduk di sana.

Menyalahkan Hujan

Ketika ditanya kenapa pemerintah terkesan menghindar terkait adanya fakta deforestasi di Kalimantan dan lebih menyalahkan curah hujan yang besar, Ustaz MIY berpendapat apabila pemerintah menyampaikan fakta deforestasi tersebut, maka akan ada tuntutan untuk mengubah kebijakan, bahkan mengubah pendekatan filosofis ideologi kapitalis tersebut. Dan itu tidak diinginkan oleh mereka, karena mereka menjadi bagian dari itu semua. Menikmati keuntungan dari itu semua.

“Jadi jelas bahwa pemerintah yang ada sekarang ini telah tidak berdiri secara kokoh di dalam apa yang menjadi kewajiban mereka yang asasi yaitu perlindungan kepada rakyat, kesejahteraan rakyat. Yang ada adalah berdiri di sisi perlindungan dan kesejahteraan para pemilik modal,” bebernya. 

Memperdagangkan Kewenangan

Terakhir menanggapi laporan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang menyebut Pola kerusakan alam Indonesia itu bisa mudah dilihat pada momen politik. Ustaz MIY menyebut ini sebagai memperdagangkan kewenangan. Karena izin penambangan, izin untuk pengelolaan hutan HPH dan segala macam itu di tangan pejabat, sebagiannya ada di kepala daerah. Walaupun tidak langsung terkait izin itu juga diperlukan rekomendasi dari pejabat pusat.

“Nah kewenangan-kewenangan inilah yang diperdagangkan untuk dukungan finansial bagi kontestasi politik yang bersangkutan di dalam Pilkada atau pemilihan umum,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: