Ustaz MIY: 2021, Kita Bisa Optimis Bila…

Mediaumat.news – Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) mengungkapkan harapan publik memasuki tahun 2021. “Kita selayaknya pesimis memasuki tahun 2021 ini. Kita bisa optimis bila…” tuturnya dalam acara Focus Group Discussion: Menyemai Harapan Menjawab Tantangan, Ahad (31/01/2021) di kanal YouTube Rayah TV dan Hilmi TV.

Menurutnya, bisa optimis bila pandemi ini turun secara signifikan, ekonomi naik secara nyata, begitu juga keadilan ekonomi dan keadilan politik. Tidak ada lagi produk-produk peraturan perundang-undangan yang aneh-aneh dan kepemimpinan makin kuat. Kezaliman turun bahkan hilang sama sekali. Korupsi nol. IPK Indonesia terus meningkat.

“Jika itu terjadi maka pantas kita optimis. Tapi, faktanya itu kan tidak terjadi,” ujarnya.

Ia menilai pandemi justru makin memburuk. “Dulu kita kaget ketika angka infeksi itu mencapai angka 3000 hingga 4000 kasus. Sekarang angka itu sudah lewat. Itu hanya angka propinsi. Sekarang tiap hari di atas 10 ribu. Bahkan, hari kemarin 14 ribu. Angka kematian pun juga sudah sangat tinggi. Lebih dari 400 tiap hari. Jadi, infection rate kita ini sudah jauh di atas angka rata-rata WHO yang kurang lebih sekitar 2 sampai 5 persen. Kita sudah lebih dari 30 persen,” bebernya.

Sedangkan situasi ekonomi, menurutnya juga terus memburuk. Apalagi kalau dikaitkan dengan kondisi keuangan negara yang menurut kabar-kabar itu sebenarnya sudah nyaris kosong. “Rezim berusaha untuk mencari utangan ke mana-mana itu hanya dapat uang receh. 7 sampai 8 triliun dari Jepang dan Australia. Dari World Bank kemarin juga tidak lebih dari angka itu,” ungkapnya.

Kemudian ketidakadilan ekonomi, ia menilai semakin nyata. Apalagi setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law dan UU Minerba disahkan. Dan sekarang sudah sampai pada tahan implementasi. “Pada saat UU Omnibus Ciptaker ditandatangani oleh presiden pada 2 November 2020, hari itu pula diperpanjang kontrak untuk Arutmin yang menjadi salah satu dari PKP2B dengan area konsesi lebih dari 57 ribu hektare dan diperpanjang 2×10 dengan opsi 2×10 lagi jadi 40 tahun. Jadi, ketidakadilan ekonomi itu semakin menganga,” terangnya.

Begitu juga ketidakadilan politik, menurutnya, kasus orang satu itu (Abu Janda) akan menjadi batu ujian bagi keadilan politik dan keadilan hukum. “Jika sampai orang itu enggak tersentuh padahal sudah demikian nyata ujaran-ujaran kebenciannya dan ujaran-ujaran yang bersifat rasis maka sebenarnya tidak ada perubahan pada keadilan politik dan hukum,” tandasnya.

Kemudian produk peraturan perundang-undangan yang ada, ia menilai itu justru semakin mengusik nurani. Yang terakhir lahir Perpres RAN PE, Rancangan Aksi Nasional Pemberantasan Ekstremisme yang Mengarah pada Terorisme.

“Kalau kita telaah betul perpres itu, sesungguhnya intinya adalah perang melawan radikalisme. Dan apa yang dimaksud radikalisme kita semua sudah tahu yakni radikalisme menyangkut agama dan agama mana yang dimaksud kita juga semua sudah tahu tidak lain adalah Islam,” ungkapnya.

Menurutnya, perpres ini  bertujuan mengembangkan moderasi Islam. “Moderasi itu apa? Moderasi itu, menurut Menteri Agama yaitu agama yang tidak boleh menjadi aspirasi. Jadi, kita tidak boleh punya aspirasi dengan agama kita. Kita boleh beribadah tapi kita tidak boleh punya aspirasi apalagi aspirasi politik. Kita akan dengan mudah dicap radikal. Kecuali yang diperlukan oleh negara. Seperti saat ini, saya kira wakaf, tabungan umrah dan haji diperlukan,” tandasnya.

Jadi, menurutnya, publik memang tidak boleh pesimis tapi keadaanlah yang membuatnya harus pesimis. “Kita memang harus optimis tapi keadaan itu yang membuat kita menjadi sulit untuk optimis jika hal-hal tadi itu terus berlangsung,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: