Ustadz Ismail: “Tidak Ada Kegentingan yang Memaksa untuk Terbitkan Perppu Ormas”

Mediaumat.news – Selain menolak kebangkitan PKI, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto juga menolak Perppu Ormas. “Tidak ada alasan yang bisa dibenarkan secara hukum untuk diterbitkan Perppu itu. Dinyatakan harus ada kepentingan memaksa. Kenyataannya tidak ada alasan memaksa itu,” ujarnya di hadapan sekitar 150 ribu massa Aksi 299: Tolak Perppu Ormas dan Tolak Kebangkitan PKI, Jum’at (29/9/2017) di depan Gedung DPR RI, Jakarta.

Salah satu bukti ketiadaan kegentingan memaksa adalah pembubaran HTI yang baru dilaksanakan 10 hari setelah Perppu diterbitkan dan selama 10 hari tersebut tidak terjadi masalah apa-apa. Apalagi ketika pemerintah mengungkapkan alasan pembubarannya ternyata berdasarkan rekaman kegiatan empat tahun lalu.

Maka ia pun menilai argumentasi yang diberikan pemerintah dalam sidang _judicial review_ Perppu Ormas di MK sangat rapuh. Salah satu alasan memaksa menerbitkan Perppu tersebut adalah adanya Muktamar Khilafah yang diselenggarakan HTI pada 2013.

“Padahal, tidak ada teguran yang diberikan oleh kepolisian pada saat itu. Bahkan, polisi terkesan mendukung acara tersebut hingga selesai. Keterangan itu dipakai Ahli Pak Margarito, bagaimana kegiatan itu dipakai untuk kepentingan memaksa pada 2017? Intinya sepanjang persidangan terakhir tidak tampak alasan jelas untuk diterbitkan Perppu itu,” kata Ismail.

Ia juga curiga Perppu itu lebih didorong oleh alasan politis untuk membendung kekuatan Islam yang disebut sebagai kebangkitan kelompok radikal. “Presiden bilang akan ada 5-6. Wakil DPR bilang akan ada 15 yang akan dibubarkan,” ujarnya.

Ismail juga mengatakan Perppu No 2 Tahun 2017 tak hanya menyerang Ormas Islam tetapi juga ajaran Islam.

“Setelah Perppu (digunakan untuk mencabut SK Badan Hukum HTI, red) tidak boleh ada dakwah terbuka tentang khilafah. Bagaimana di negeri mayoritas Muslim, khilafah dilarang? Padahal khilafah yang membuat kita mengenal Islam!” tegasnya.

Sepontan massa pun meneriakkan: “khilafah, khilafah, khilafah…” sembari mengibarkan bendera tauhid putih (al liwa/liwa) dan bendera tauhid hitam (ar rayah/rayah).

Bahkan liwa dan rayah raksasa nampak di arak secara estafet di atas kepala massa.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini: