Mediaumat.info – Meski dinilai tak signifikan berhasil, intervensi pemerintah terhadap kurs rupiah yang terus terdepresiasi tajam akhir-akhir ini, dinilai sangat berarti untuk pencitraan.
“Penguatan ini memang tidak signifikan, tapi mungkin sangat berarti untuk pencitraan,” ujar Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam keterangan tertulis, yang diterima media-umat.info, Jumat (21/6/2024).
Menurutnya, penguatan kurs rupiah tersebut hanya bersifat temporer. Sebab, tidak berdasarkan faktor fundamental yang bagus, tetapi manipulasi pasar.
Adalah pada 14 Juni 2024, menjelang liburan panjang Idul Adha 1445 Hijriah, kurs rupiah ditutup Rp16.486 per dolar AS. Kala itu, kata Anthony lebih lanjut, merupakan kesempatan emas bagi pemerintah untuk intervensi kurs rupiah yang terus terdepresiasi tajam.
Namun, pada hari pertama Idul Adha (17 Juni 2024) di pasar internasional tidak berhasil. Dolar AS masih bertahan di Rp16.486.
Di keesokan harinya (18/6/2024), sambung Anthony, intervensi kurs rupiah memang berhasil membuat nilai tukar rupiah menguat menjadi Rp16.376 per dolar AS. Bahkan kurs rupiah sempat menguat menjadi Rp16.348 per dolar AS pada 19 Juni 2024, pukul 11:00 WIB.
Tak ayal, dengan menguatnya kurs rupiah secara artifisial itu, Bank Indonesia pun menahan suku bunga acuan tetap di 6,25 persen.
Celakanya, seakan menjawab atas kebijakan Bank Indonesia tersebut, nilai tukar rupiah langsung melemah lagi. “Abrakadabra, kurs rupiah tembus Rp16.500 per dolar AS pada pukul 17:22 WIB,” tulis Anthony, yang berarti ‘pasar’ tidak bisa dimanipulasi, melalui intervensi, untuk jangka waktu lama.
Lantaran itu, ia berharap semoga Bank Indonesia memahami perihal tersebut. Dengan kata lain, manipulasi atau intervensi kurs hanya bisa bersifat temporer, dan tidak bisa menyelamatkan kondisi fundamental yang buruk.
“Akankah nilai tukar rupiah menuju Rp17.000 per dolar AS? Who knows?” pungkasnya. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat