Umat Harus Miliki Negara Adidaya Pembela Kepentingan Islam

Mediaumat.id – Untuk bisa menghentikan aksi penodaan agama agar tidak terulang kembali, kaum Muslim harus memiliki negara adidaya pembela kepentingan umat, bukan sekadar berharap kepada organisasi semacam Organization Islamic Cooperation (OIC) atau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

“Umat Islam harus memiliki negara adidaya yang menjadi pembela kepentingan umat,” ujar Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana kepada Mediaumat.id, Jumat (7/7/2023).

Pasalnya, kata Budi lebih lanjut, konstelasi internasional saat ini tengah diatur dan dipengaruhi oleh negara-negara adidaya. Tidak terkecuali

Pun demikian dengan OKI, yang meski sejak awal berdirinya, 25 September 1969, sebagai satu-satunya organisasi antar pemerintah yang disebut mewakili umat Islam di dunia.

Padahal, menurutnya, sejauh ini OKI belum bisa memerankan posisinya sebagai wadah untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan umat Islam.

Tak ayal, kendati bakal mengadakan pertemuan darurat Komite Eksekutif OKI sekalipun, untuk tujuan menangani dampak insiden terkini terkait pembakaran Al-Qur’an di Swedia akhir Juni kemarin, misalnya, bakal menjadi kabar tak pasti.

“Solusi-solusi yang disampaikan hanya menjadi angin lalu, tanpa memberikan dampak dan pengaruh yang signifikan,” jelasnya.

Sebab, menurut Budi, OKI tak dianggap memiliki ‘power‘ dalam konstelasi internasional.

Maka tidak heran, aksi penistaan terhadap kitab suci kaum Muslim terus berulang. “Tanpa itu (negara adidaya Islam) maka penistaan terhadap Al-Qur’an akan terus berulang,” tegasnya, yang berarti berpeluang juga terjadinya berbagai penistaan dalam bentuk lainnya.

Adalah Kekhilafahan Abbasiyah yang dahulu terbukti mampu menggentarkan Romawi yang menistakan seorang Muslimah. Atau Kekhilafahan Utsmaniah yang juga sanggup menggentarkan negara-negara Eropa yang baru akan menistakan Rasulullah SAW kala itu.

Artinya, kata Budi menjelaskan, umat butuh khilafah sehingga orang bakal berpikir beribu kali, bahkan membuat negara-negara kafir berupaya mencegah warga negaranya menista Al-Qur’an.

“Itulah yang semestinya ada, bukan sekadar OKI, organisasi yang sering diplesetkan sesuai dengan namanya OIC (baca: O I see), hanya bisa melihat saja,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: