Mediaumat.id – Penangkapan Ulama Syekh Badr al-Meshari pada Senin (17/7) oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi (KAS) karena diduga mengkritik konser dan festival musik yang belakangan banyak digelar di Saudi, semakin menunjukkan kediktatoran rezim Saudi saat ini.
“Terkait dengan penangkapan ulama Saudi ini berarti menambah deretan ulama Saudi yang ditangkap oleh rezim. Dan ini jelas menunjukkan bahwa rezim Saudi ini adalah rezim yang diktator,” tutur Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi kepada Mediaumat.id, Senin (24/7/2023).
Menurutnya, siapa pun yang menentang kebijakan dari KAS yang sekarang ini dikendalikan oleh Muhammad bin Salman maka itu dianggap ancaman bagi KAS.
Liberalisasi Saudi
Lebih lanjut, ia mengatakan, apa yang dilakukan oleh MBS sekarang ini adalah bagian dari upaya liberalisasi Saudi. “Jadi, Bin Salman ingin menjadikan Saudi itu seperti lebih kurang seperti Turki yang mengalami sekularisasi parah sejak runtuhnya khilafah,” tegasnya.
Selain itu, kata Farid, apa yang dilakukan MBS sebenarnya bagian dari pelayanannya terhadap Barat, dalam hal ini adalah Amerika Serikat.
“Karena salah satu poin yang membuat Barat bisa mempertahankan Bin Salman atau menjaga Bin Salman itu adalah ketika Bin Salman bisa menunjukkan upaya-upaya kerasnya yang disukai oleh Barat yaitu liberalisasi Saudi,” ungkapnya.
Farid menilai, meskipun apa yang dilakukan Bin Salman ini pada prinsipnya jauh dari prinsip-prinsip demokrasi yang dielu-elukan Barat, tapi Barat tidak peduli selama Bin Salman ini bisa menjalankan kepentingan Barat yaitu liberalisasi Saudi.
“Dan inilah yang menjadi kredit poin bagi Bin Salman untuk bisa dipertahankan,” tandasnya.
Meskipun Bin Salman, melakukan tekanan terhadap ulama-ulama yang kritis terhadap kebijakannya, juga melakukan tekanan terhadap politisi, bahkan jurnalis-jurnalis yang berseberangan dengan dia, yang secara demokratis ini tidak bisa diterima, kata Farid, namun bagi Barat selama agennya itu bisa menjalankan kepentingannya, maka Barat akan tetap mendukungnya.
Masalah Serius
Farid menilai kriminalisasi terhadap ulama Saudi ini adalah masalah serius. “Jelas kriminalisasi ini masalah serius bagi rakyat Saudi yang mayoritas Muslim. Karena kriminalisasi ini akan memosisikan ulama itu sebagai pelaku kejahatan. Padahal yang dilakukan oleh ulama itu adalah amar makruf nahi mungkar,” ungkapnya.
Menurutnya, kriminalisasi ini akan semakin memuluskan upaya Bin Salman untuk melakukan liberalisasi Saudi.
“Pertanyaannya, apakah liberalisasi Saudi ini akan memberikan kebaikan pada Saudi? Tentu tidak. Seharusnya Saudi bisa berkaca kepada masyarakat Barat yang rusak ketika mereka mengadopsi sistem liberal,” ujarnya.
Farid melihat selama ini sebenarnya Saudi tidak sepenuhnya menjalankan syariat Islam. Secara ekonomi, secara politik Saudi sebenarnya dalam kendali Barat. Sekarang ini, bentuk kendalinya itu sampai pada masalah aspek sosial berupa an-nidzamul ijtima’i (pergaulan pria-wanita).
“Ini untuk benar-benar menghancurkan Saudi sebagai salah satu negeri Islam yang di sana ada dua tempat suci, Masjid Nabawi dan Masjidil Haram,” paparnya.
Farid menilai ini sebenarnya tanda-tanda kejatuhan yang nyata bagi Bin Salman. “Kenapa rezim otoriter Saudi selama ini masih bertahan di mata rakyatnya? Karena mereka menampakan diri seolah-olah sebagai penjaga Islam ketika mereka justru memerangi Islam dan menjauhkan Islam, mereka sesungguhnya sedang menggerogoti tiang-tiang rumah mereka sendiri yang itu akan menghancurkan mereka,” ulasnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan Bin Salman ini bukan fenomena satu atau dua penguasa, tapi menjadi fenomena penguasa-penguasa hampir di negeri Arab seluruhnya yaitu semakin menunjukkan sikap liberalnya, penentangannya terhadap Islam.
“Dan ini merupakan tanda-tanda kejatuhan dari penguasa Barat dan tentu kita berharap arah perubahan itu nanti bisa ke arah Islam,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it