Maraknya pembicaraan Khilafah, saat masa kampanye Pemilihan Umum tahun ini, yang bahkan dimonsterisasi oleh salah satu kubu pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, ternyata tidak menyurutkan langkah perjuangan para ulama untuk menyampaikan ajaran Islam tersebut, saat berkumpul di Majelis Ihya Ulumuddin di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu (13/04/19).
Ada puluhan ulama dari sejumlah kabupaten kota di Kalsel yang hadir di majelis yang dipimpin oleh KH Abdul Syukur ini. Di antaranya dari Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong.
Secara bergantian, para perwakilan ulama dan tokoh agama, menyampaikan pandangannya, tentang haramnya memilih pemimpin anti Islam, dan pentingnya Khilafah Islamiyah ‘ala minhajin nubuwwah.
Bahkan ada yang prihatin, dengan ulah sebagian kalangan yang mengkriminalisasi istilah tersebut, seakan menjadi akar masalah kehidupan rakyat Indonesia.
“Padahal itu adalah solusi untuk kemaslahatan, lebih-lebih untuk keselamatan di negeri akhirat,” tegas Ustadz Ibnu Athoillah, Imam Masjid Agung Al-Munawwarah, Kota Banjarbaru, yang juga pengajar di Pondok Pesantren Darul Ilmi.
Ya, khilafah, dinilai bisa menjadi pemutus seluruh problem umat Islam, bahkan umat manusia. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan bumi lainnya, termasuk menolong sesama kaum muslim yang tertindas, seperti di Palestina dan Uighur.
“Bahkan di antara negara-negara yang kita dikatakan innamal mu’minuuna ikhwatun (Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, RED), ternyata kita hanya sebagai pendengar aja, tidak bisa buat apa-apa untuk menolong saudara-saudara kita di Palestina, Uighur, Chechnya, Afganistan dan lain sebagainya. Kita hanya sebagai penonton saja, karena kita tidak mempunyai kekhalifahan,” ucap resah Kiai Haji Imron, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Huda, Desa Damit, Kabupaten Tanah Laut.
Keberadaan Khilafah, dinilai sangat urgen, guna memperbaiki kerusakan dan kehancuran negeri-negeri Islam, akibat sistem demokrasi Kapitalis.
“Negeri ini akan rusak, negeri ini akan hancur, bahkan negeri ini akan tinggal namanya kalau kita biarkan diatur demokrasi, betul?” tanya Ustadz Baihaki, mubalig asal Kota Banjarmasin, yang disambut sepakat para jamaah.
Selain untuk menyelamatkan negeri, upaya mewujudkan Khilafah juga dinilai sebuah kewajiban bagi kaum Muslimin, berdasarkan kesepakatan para Imam Mazhab.
“Maka kaum muslimin Indonesia, antum bermazhab apa? mazhab Abu Hanifah, mazhab Imam Malik, mazhab Imam Syafii, atau antum Mazhab Imam Ahmad bin Hambal, maka ucapan lisan yang keluar dari lisan antum sejatinya adalah sama, kita mengatakan khilafah itu wajib. Kenapa? karena imam-imam mazhab kita mengatakan khilafah itu wajib,” tegas Ustadz Wahyudi Ibnu Yusuf, Pimpinan Ma’had Darul Ma’arif, Kota Banjarmasin, saat sesi perekaman video pendek seruan wajibnya Khilafah, usai acara.
Sayangnya menurut Wahyudi, masih ada saja yang menolak upaya penegakan syariat Islam ini, bahkan membubarkan organisasi yang menyerukan kewajiban penerapan Khilafah Islamiyah.
“Pemerintahan saat ini kayaknya rezim sangat anti (anti Islam-RED) terbukti bahwa BHP (Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia-RED) dicabut, dan ini sangat merugikan umat Islam. Oleh karenanya rezim harus diganti, kewajiban umat Islam semua, ganti Presiden adalah sebuah keniscayaan”, tambah Ustadz Marhaeni Umar, Ketua Front Pembela Islam Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Di akhir kegiatan, Ustadz Hidayatul Akbar, Pimpinan Majelis Taklim Muslimin(at) Handayani Tuntutan Ilahi, Banjarmasin, menyampaikan pernyataan sikap hasil Multaqo Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) Kalsel ini, yang mengecam siapa saja yang mengkriminalisasi ajaran Khilafah Islamiyah. Kemudian menegaskan kebeperpihakan para ulama, kiai dan habaib aswaja dalam mendukung dakwah penegakan Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.
Selain di Kalsel, acara serupa juga diselenggarakan di sejumlah kota di Indonesia, yang mengharapkan hadirnya suatu kekuasaan penolong, untuk menyambut seruan para ulama dan umat Islam, dalam menerapkan totalitas syariat, dalam bingkai naungan khilafah.[]