Ulama Aswaja: Fatwa MUI Haramkan UFC, Sudah Tepat!

Mediaumat.info – Ulama Aswaja Kiai Ali Syafiudin menyatakan fatwa MUI yang menyebut ‘Ultimate Fighting Championship (UFC) bersifat haram lantaran mengandung unsur-unsur yang dilarang Islam’ itu sudah tepat.

“Ini sudah tepat!” ujarnya dalam Kabar Petang: UFC Haram? melalui kanal Youtube Khilafah News, Kamis (4/7/2024).

Kalau sudah jelas hukumnya haram, tegas Kiai, maka kegiatan UFC yang berpusat di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat tidak boleh ditayangkan di Indonesia.

“Tidak boleh ditayangkan, diharamkan! Maka juga, melihat pun juga tidak diperbolehkan di situ,” sambungnya.

Ia pun mengutip hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad, “Janganlah kalian berbuat bahaya atau hal-hal yang mendatangkan bahaya.”

Kiai menegaskan, tontonan-tontonan yang tidak sesuai dengan syariat, tontonan-tontonan yang melanggar aturan-aturan Allah, tontonan yang mengumbar kekerasan, pornografi dan seterusnya harus segera dihentikan.

Menurutnya, yang bisa menghentikan ini adalah tiada lain yang memiliki kekuatan kekuasaan. “Jadi harus penguasa yang menghentikan di situ,” tegasnya.

Kapitalisme

Meski haram tetapi UFC tetap ditayangkan di Indonesia karena yang jadi patokannya bukanlah Islam melainkan kapitalisme. “Jadi, memang kapitalisme tidak memandang antara halal maupun haram tetapi pandangannya ini dibutuhkan masyarakat atau tidak,” ungkapnya.

Dalam sistem kapitalisme, lanjutnya, sesuatu itu baik berupa barang atau jasa (pelayanan) ini akan memiliki nilai ekonomi jika dibutuhkan oleh masyarakat atau ada permintaan dari masyarakat tidak peduli sesuatu itu halal maupun haram.

Jadi, ungkapnya, sabung manusia ini menarik bagi manusia. “Jadi mungkin secara naluri, ‘Wah, ini membela diri yang menarik orang-orang berkelahi di situ’ berarti ini ada nilai ekonomi dibutuhkan,” bebernya.

Apalagi, menurutnya, sampai ditayangkan, kemudian menjadi industri kapitalisme. Ini bisa menghasilkan miliaran dolar AS. Awalnya satu televisi kemudian semakin banyak permintaan sampai merambat ke seluruh dunia lebih dari tadi 150 negara. “Kan luar biasa itu,” cetusnya.

“Jadi, inilah yang terjadi di dunia saat ini. Apa pun itu baik barang maupun jasa itu dikatakan memiliki nilai ekonomi jika itu dibutuhkan atau diperlukan oleh masyarakat,” ungkapnya sedih. [] Muhammad Nur

 

Share artikel ini: